SuaraRiau.id - Sulitnya mendapatkan bahan baku membuat pengrajin batik di Riau menjadi sulit berkembang.
Di Hari Batik Nasional yang diperingati setiap 2 Oktober tersebut owner Galeri Batik Tabir Riau, Rani Izzul Makarimi mengisahkan usahanya.
Rani mengatakan bahan baku batik di Riau umumnya masih dipasok dari Jawa. Oleh sebab itu, untuk mengakali persoalan tersebut pengrajin batik memilih memproduksi langsung di Pulau Jawa.
"Jadi disini untuk penjualan, desain dan produksinya di Pekalongan," sebutnya kepada Suara.com melalui sambungan seluler, Jumat (2/10/2020) .
Menurut Rani, jika produksi tetap dipaksakan di Riau, maka hal itu akan berimbas pada tarif produk yang dipasarkan. Ia merincikan beberapa bahan baku yang harus didatangkan dari Jawa, seperti kain Mori.
Meski Batik Riau diproduksi di Jawa, hal tersebut bukan kabar buruk bagi motif batik asli Riau, Pucuk Rebung. Jelas Rani, motif Pucuk Rebung tetap dia pertahankan sebagai unsur identitas Riau.
Terlebih, sebagai motif asli, corak tersebut memang punya nilai sendiri.
"Motif Pucuk Rebung ditempat lain gak ada, mungkin yang mirip ada. Tapi perlu diketahui setiap motif ada filosofinya, jadi sudah ada pakem soal itu," tekannya.
Adapun harga yang ditawarkan di Galeri Batik Tabir Riau bervariasi, dari harga Rp 400 ribu hingga Rp1 juta. Besaran harga tersebut tergantung tingkat kesulitan pengerjaan dan bahan.
Disinggung mengenai ancaman batik pabrikasi, Rani menyebut hal tersebut tergantung bagaimana memaknai batik itu sendiri. Bagi Rani batik printing (cetak) tidak bisa disebut sebagai batik.
"Batik itu kan produk seni ya. Bagi saya, batik printing itu tidak bisa disebut batik, sebab tidak melalui proses pelilinan," imbuhnya.
Alih-alih memikirkan ancaman dari batik pabrikan, Rani memilih fokus mempertahankan bisnis di era Covid-19. Menurutnya pandemi virus tersebut berdampak terhadap penjualan batik.
Rani sendiri mengaku telah menutup dua gerai di dua hotel akibat pandemi Covid-19 terus meningkat di Pekanbaru.
"Terpaksa kita tutup karena memang mobilitas orang-orang berkurang lantaran Covid-19. Nah, tamu-tamu hotel yang dari luar kota biasanya akan membeli batik di hotel-hotel. Konsumen seperti itu berkurang lantaran pandemi. Jadi kita tutup," terangnya.
Kontributor: Satria Kurnia
Berita Terkait
-
Berkat Pemberdayaan BRI, Batik Malessa Ubah Kain Perca hingga Fashion Premium
-
Berkat Laporan Warga, Polisi Sita 8 Ton Kayu Ilegal di Kepulauan Meranti
-
Bantu Identifikasi Jenazah Korban Longsor, Polda Riau Kirim Peti Pendingin ke Agam
-
Polda Riau Kirim Bantuan Gelombang Keempat, 3.459 Alat Kerja Dikerahkan ke Aceh dan Sumbar
-
Benteng Terakhir yang Terkoyak: Konflik Manusia dan Negara di Jantung Tesso Nilo
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 7 Rekomendasi HP RAM 12GB Rp2 Jutaan untuk Multitasking dan Streaming
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- BRI Market Outlook 2026: Disiplin Valuasi dan Rotasi Sektor Menjadi Kunci
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
Terkini
-
MBG dan Pelibatan Masyarakat Menjadi Kunci Jaminan Pasokan Bahan Baku
-
5 Mobil Matic Bekas untuk Pensiunan, Harga Bersahabat dan Serba Hemat
-
Madu Mastuti Bangun Malessa sebagai Ruang Berkarya dan Berdaya bagi Perempuan
-
Cerita Mahout Menjaga Gajah Sumatera yang Habitatnya Kini Tergusur
-
Pelajar Tewas dalam Tabrakan Sesama Sepeda Motor di Pekanbaru