- Kilang minyak Pertamina meledak pada Rabu 1 Oktober 2025
- Sebelumnya, kilang minyak ini pernah terbakar pada awal April 2023 silam
- Kilang minyak Dumai diresmikan Presiden Soeharto pada 9 September 1971
SuaraRiau.id - Kilang Minyak Dumai milik PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) meledak dan terbakar pada Rabu (1/10/2025) sekitar pukul 20.40 WIB.
Ledakan yang cukup keras sempat membuat warga setempat berhamburan keluar rumah mencari sumber suara.
Pada awal April 2023 silam, Kilang Minyak Putri Tujuh Pertamina Dumai juga mengalami kebakaran.
Sebelum kebakaran ketika itu, terdengar dentuman keras dengan getaran yang kuat dan diduga berasal dari kilang minyak tersebut.
Terbakarnya kembali kilang minyak Pertamina ini menjadi sorotan publik. Berkaitan dengan hal tersebut, berikut sejarah Kilang Minyak Pertamina Dumai.
Sejarah Kilang Minyak Dumai
Melansir laman kpi.pertamina, Kilang Dumai terdiri dari 2 unit kilang yaitu Kilang yang beroperasi di Dumai, Riau dan di Sungai Pakning, Riau.
Kilang yang pertama dibangun adalah Kilang Sungai Pakning dimana Kilang ini dimulai konstruksinya pada tahun 1969, disusul dengan Kilang Dumai yang dimulai konstruksinya pada tahun 1981.
Kilang Dumai bernilai sangat strategis dan berperan penting, karena turut berkontribusi memasok 16% kebutuhan energi nasional, khususnya di wilayah Sumatera Bagian Utara (Sumbagut) dan sebagian wilayah Kalimantan.
Secara historis, Kilang Dumai juga dikenal oleh masyarakat lokal dengan sebutan "Kilang Minyak Putri Tujuh", karena di dalamnya terdapat Pesanggrahan Putri Tujuh yang menjadi bagian dari sejarah dan legenda Putri Tujuh yang berkaitan dengan asal-usul Kota Dumai.
Kilang Minyak Putri Tujuh Pertamina RU II Dumai, adalah penghasil berbagai produk bahan bakar minyak dan non BBM yang didistribusikan ke berbagai daerah termasuk mancanegara.
Kilang ini merupakan bagian dari Refinery Unit UU Dumai dan Sungai Pakning. Kilang ini juga menjadi salah satu kilang kebanggaan nasional dan program peningkatan kehandalan kilang serta kualitas informasi dan komunikasi pun diprioritaskan.
Pembangunan Kilang Minyak Putri Tujuh Pertamina berlangsung pada 20 April 1969 dengan bekerja sama Far East Sumitomo Sloye Kaisha, selaku kontraktor asal Jepang.
Kilang Minyak Putri Tujuh Pertamina RU II Dumai akhirnya dikukuhkan dalam Surat Keputusan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nomor R 334/KPS/DM/1967 dan beroperasi hingga kini. Pelaksanaan teknis pembangunan dilaksanakan oleh Ishikawajima-Harima Heavy Industries (IHHI) selaku kontraktor asing.
Kontraktor tersebut berperan sebagai pelaksana pekerjaan konstruksi pembuatan Kilang Crude Distillation Unit (CDU) dan fasilitas penunjang pembangkit utama atau utilities.
Kemudian Taisei Construction Co melakukan konstruksi untuk membuat fasilitas penunjang konstruksi kilang tersebut.
Unit pertama yang didirikan, yakni CDU/100 dan selesai pada Juni 1971. Unit itu berguna untuk mengolah minyak mentah jenis Sumatera Light Crude (SLC) dengan kapasitas 100 ribu barel per harinya.
Pada 14 Agustus 1971, kilang itu menjalani uji coba pengoperasian. Kemudian pada 9 September 1971, Presiden Soeharto meresmikan kilang Putri Tujuh.
Produk yang dihasilkan kilang tersebut saat itu Automotive Diesel Oil atau ADO/Solar, kerosene, naphta, bottom product 55% Volume Los Sulphur Wac Residu atau LSWR untuk diekspor ke Amerika Serikat dan Jepang.
Akhirnya karena kebutuhan bahan bakar minyak semakin tinggi, kilang baru untuk mengolah LSWR menjadi bahan bakar siap pakai pun didirikan oleh pemerintah. Kilang ini disebut dengan hydrocracker unit.
Perluasan berlangsung pada 2 April 1980 yang merupakan kerja sama Pertamina dan Universal Oil Product (UOP) dari Amerika Serikat dengan kontraktor utama technidas Reunidas Centunion dari Spanyol.
Pembangunan ini berupa pipa penghubung kilang lama dan baru, laboratorium, gudang fire and safety, kantor, perumahan karyawan, dan lain sebagainya.
Produk Pertamina RU II yang dihasilkan yakni BBM dan BBK. Adapun enam jenis produksi yang dihasilkan yakni Aviation Turbine Fuel, Minyak bakar, Minyak Diesel, Minyak Solar, Minyak Tanah, Non BBM.
Ada pula tiga jenis produksi yang dihasilkan yakni Solvent, Green Coke, Liquid Petroleum Gas (LPG).