- Muflihun memenangkan praperadilan terkait penyitaan asetnya
- Polda Riau menghormati putusan tersebut
- Proses hukum dugaan kasus SPPD fiktif tetap berlanjut
SuaraRiau.id - Mantan Sekretaris DPRD Riau, Muflihun memenangkan gugatan praperadilan terkait penyitaan aset berupa rumah di Jalan Sakuntala, Pekanbaru, dan apartemen di kawasan Nagoya, Batam, Kepulauan Riau (Kepri).
Putusan itu dibacakan hakim tunggal Dedy dalam sidang praperadilan, dengan termohon Subdit III Reskrimsus Polda Riau di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Rabu (17/9/2025).
Hakim Dedy menyatakan penyitaan terhadap dua aset tersebut tidak sah, meski izin sebelumnya dikeluarkan oleh pengadilan.
Sementara Dirkrimsus Polda Riau, Kombes Pol Ade Kuncoro mengatakan jika pihaknya tetap menghormati putusan pengadilan.
"Kita hormati keputusan hakim praperadilan. Kami akan pelajari terlebih dahulu pertimbangan hakim setelah menerima salinan putusan,” kata Kombes Ade dikutip dari Antara.
Ia memastikan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi SPPD fiktif di Sekretariat DPRD Riau tahun anggaran 2020-2021 tetap berlanjut.
"Penyidikan tetap berjalan karena yang diterima gugatan hakim hanya terkait penyitaan aset," jelas Ade.
Dalam persidangan, pemohon mendalilkan tidak adanya kerugian negara dengan merujuk hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan keuangan TA 2020-2021.
Namun, fakta persidangan menunjukkan BPK memang menemukan kerugian negara lebih dari Rp1 miliar, meski telah dikembalikan. Audit BPK sendiri hanya menilai kewajaran laporan keuangan.
Sementara itu, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) atas permintaan penyidik melakukan audit khusus Penghitungan Kerugian Negara (PKN). Dari hasil audit ditemukan kerugian negara yang jauh lebih besar, yakni mencapai Rp195 miliar lebih.
Selain itu, dalil pemohon yang menyebut kedua aset telah dilaporkan dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) juga terbantahkan.
Penelusuran melalui situs e-LHKPN KPK tahun 2020-2021 menunjukkan rumah dan apartemen tersebut tidak tercatat dalam laporan.
Fakta lain terungkap dalam persidangan bahwa rumah di Jalan Sakuntala dibeli menggunakan dana perjalanan dinas fiktif.
Bukti pembayaran dilakukan oleh bawahan Muflihun, sementara untuk apartemen di Batam terungkap dari dokumen pihak pengelola apartemen serta bukti pembayaran.
Hal menarik lainnya, saat pemeriksaan di Polda Riau, Muflihun tidak mengakui kedua aset itu sebagai miliknya. Namun, aset tersebut justru diajukan sebagai objek gugatan dalam praperadilan, yang secara tidak langsung mengindikasikan pengakuan kepemilikan.
Putusan hakim ini menimbulkan sejumlah pertanyaan, di antaranya mengenai kewenangan PN Pekanbaru membatalkan penetapan PN Batam, serta alasan pengadilan menganulir izin sita yang sebelumnya dikeluarkan sendiri. (Antara)