Termasuk Riau, Kasus Karhutla Mulai Mendominasi di Pulau Sumatera

"Karhutla di daerah-daerah itu sudah mulai ditemukan sejak 12 Maret lalu beruntung api bisa segera dipadamkan," sebutnya.

Eko Faizin
Kamis, 21 Maret 2024 | 09:23 WIB
Termasuk Riau, Kasus Karhutla Mulai Mendominasi di Pulau Sumatera
Kondisi Lokasi kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) di Kampung Temusai, Kecamatan Bunga Raya, Kabupaten Siak, Senin (8/3/2021). [Suara.com/Alfat Handri]

SuaraRiau.id - Kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) mulai mendominasi di Pulau Sumatera sejak sepekan terakhir ini yakni wilayah Kota Dumai (Riau), Kabupaten Bener Meriah (Aceh), Asahan (Sumatera Utara). 

Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari mengatakan, dari pantauan BMKG Pekanbaru diketahui titik karhutla juga melanda sejumlah daerah lainnya.

Daerah itu di antaranya Sumatera Barat (sembilan titik), Bengkulu (14 titik), Sumatera Selatan (enam titik), Kepulauan Riau (enam titik), Jambi (enam titik), Bangka Belitung (satu titik).

"Karhutla di daerah-daerah itu sudah mulai ditemukan sejak 12 Maret lalu beruntung api bisa segera dipadamkan," sebutnya.

Abdul menjabarkan, hal demikian membuktikan saat ini fenomena atmosfer Madden Julian Oscilliation (MJO) sudah mulai bergerak meninggalkan Pulau Sumatera.

Pergerakan MJO itu membuat cuaca wilayah Sumatera berubah signifikan dari sebelumnya sebagian besar daerah mengalami peningkatan intensitas hujan dan beberapa kali dilanda bencana banjir dan tanah longsor, kini menjadi cukup kering sehingga rentan terjadi kebakaran.

"Jadi fokus penanggulangan bencana saat ini juga sudah harus mengarah pada penanganan karhutla jangan sampai meluas," ujarnya.

Maka untuk itu, BNPB mengimbau kepada setiap kepala daerah untuk responsif menanggapi peralihan cuaca tersebut seperti dengan segera menetapkan status siaga darurat karhutla khususnya daerah yang rawan.

Abdul menilai, respons itu penting sehingga upaya mitigasi dan penanganan darurat di daerah bisa berjalan secara maksimal. Salah satu upaya yang sudah dilakukan bisa yaitu seperti menyiagakan petugas untuk melakukan pembasahan pada lahan mineral dan gambut sehingga tidak mudah tersulut cuaca panas selama masa transisi ini.

"Ya, tidak mesti menunggu puncak musim kemarau yang diprediksi berlangsung pada Juli-Agustus nanti," terangnya. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak