Sebelum tahun 1810, pernah dilakukan renovasi dengan pelebaran untuk memuat daya tampung masjid. Kemudian pada tahun 1810 pada masa pemerintahan Sultan Assaidis Syarif Ali Abdul Jalil Saifuddin, masjid ini kembali direnovasi dengan menambahkan fasilitas tempat berteduh untuk pada peziarah makam di sekitar area masjid.
Dilanjutkan pada tahun 1940, ditambahkan sebuah pintu gerbang masjid yang menghadap ke arah timur.
Pada tahun 1940 dilakukan renovasi keseluruhan masjid karena banyak bahan yang sudah tua dimakan usia.
Sejak 2009, masjid ini masuk proyek revitalisasi yang dilakukan Pemprov Riau dan Pemkot Pekanbaru. Dengan adanya revitalisasi yang dikerjakan Dinas PU Riau, revitalisasi ini menghancurkan bangunan aslinya.
Akibat proyek tersebut, yang tersisa hanya 26 tiang bekas bangunan lama yang ada di sisi timur, selatan, barat, dan utara.
Ada enam tiang penyanggah tengah yang kini tersisa dan dijadikan bentuk menara. Hal ini membuat masjid ini menjadi satu-satunya masjid yang memiliki menara dalam bangunan.
Menara itu terpaksa dibuat karena bekas sisa tiang penyanggah masjid masa lalu. Tiang-tiang sisa bangunan lama memang masih dipertahankan, tapi tiang-tiang yang terlihat adalah bentuk pembaharuan.
Bentuk asli masjid sudah diratakan dengan tanah. Kini bangunan masjid itu begitu megah, sama seperti bangunan masjid modern masa kini. Dulunya, bangunan masjid bergaya arsitektur melayu kuno.
Jadi sejak tahun 2009, bangunan bersejarah yang penuh kisah akan pendirian kota Senapelan menjadi kota Pekanbaru ini telah banyak diubah.
Tidak hanya fisik, tetapi juga ragam hiasnya. Sangat disayangkan, tetapi itulah yang terjadi. Bangunan masjid dirombak tanpa mempertimbangkan kaidah-kaidah pelestarian cagar budaya.