Kekuasaan kerajaan lalu diteruskan pada masa Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah sebagai sultan kelima dari Kerajaan Siak Sri Indrapura.
Sesuai adat Raja Melayu pada saat itu, apabila terjadi pemindahan pusat kerajaan, maka harus diikuti dengan pembangunan Istana Raja, Balai Kerapatan Adat, dan Masjid.
Ketiga unsur tersebut wajib dibangun sebagai representasi dari unsur pemerintahan, adat dan agama yang biasa disebut Tali Berpilin Tiga atau Tungku Tiga Sejarangan.
Di akhir tahun 1762, dilakukan upacara menaiki ketiga bangunan tersebut. Bangunan istana diberi nama Istana Bukit, balai kerapatan adat disebut Balai Payung Sekaki dan masjid diberi nama Masjid Alam.
Meski tercatat sebagai salah satu masjid tertua di Indonesia, namun tidak ada lagi terlihat ada peninggalan pada bangunan masjid akibat banyak renovasi yang dilakukan.
Sebelum tahun 1810, pernah dilakukan renovasi dengan pelebaran untuk memuat daya tampung masjid. Kemudian pada tahun 1810 pada masa pemerintahan Sultan Assaidis Syarif Ali Abdul Jalil Saifuddin, masjid ini kembali direnovasi dengan menambahkan fasilitas tempat berteduh untuk pada peziarah makam di sekitar area masjid.
Dilanjutkan pada tahun 1940, ditambahkan sebuah pintu gerbang masjid yang menghadap ke arah timur.
Pada tahun 1940 dilakukan renovasi keseluruhan masjid karena banyak bahan yang sudah tua dimakan usia.
Sejak 2009, masjid ini masuk proyek revitalisasi yang dilakukan Pemprov Riau dan Pemkot Pekanbaru. Dengan adanya revitalisasi yang dikerjakan Dinas PU Riau, revitalisasi ini menghancurkan bangunan aslinya.
Akibat proyek tersebut, yang tersisa hanya 26 tiang bekas bangunan lama yang ada di sisi timur, selatan, barat, dan utara.