Petani Sawit Adukan Nasibnya ke Ombudsman, Ungkap Lima Tuntutan

Untuk itu, ujar dia, petani sawit mengadukan nasibnya ke Ombudsman Republik Indonesia di Jakarta.

Eko Faizin
Rabu, 14 September 2022 | 14:44 WIB
Petani Sawit Adukan Nasibnya ke Ombudsman, Ungkap Lima Tuntutan
Ilustrasi sawit. [Freedigitalphotos/think4photop]

SuaraRiau.id - Para petani kelapa sawit yang tergabung dalam Jaringan Petani Sawit Nasional (JPSN) mengajak Ombudsman Republik Indonesia untuk membahas upaya peningkatan kesejahteraan petani yang belum membaiknya harga tandan buah sawit (TBS) hingga saat ini.

"Ada lima tuntutan yang kami adukan ke Ombudsman Republik Indonesia," kata salah seorang petani asal Pasaman Barat Jasmir Sikumbang dikutip dari Antara, Selasa (13/9/2022).

Ia mengatakan kelima tuntutan itu adalah permintaan untuk menurunkan besaran pungutan ekspor CPO dan hanya dilakukan satu pintu, pembubaran Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), tindak tegas Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang membeli TBS petani di bawah harga Dinas Perkebunan, penurunan harga pupuk dan pembebasan atau pelepasan kawasan status kawasan hutan pada lahan petani sawit.

"Tuntutan itu langsung kami sampaikan ke kantor Ombudsman Republik Indonesia di Jakarta bersama perwakilan dari petani Kalimantan Timur dan petani Kalimantan Tengah," katanya.

Menurutnya semenjak pelarangan ekspor CPO oleh pemerintah yang berakibat anjloknya harga TBS membuat petani sawit menderita.

"Jangankan sekolahkan anak biaya makan saja mereka susah," katanya.

Ia menyebutkan berbagai cara telah dilakukan baik disampaikan ke Menteri Koordinator Bidang Perekonomian maupun pemerintah daerah namun tidak juga memberikan hasil.

Untuk itu, ujar dia, petani sawit mengadukan nasibnya ke Ombudsman Republik Indonesia di Jakarta.

Ia menjelaskan di samping berbicara tentang harga TBS dan pupuk, pihaknya juga meminta ombudsman RI untuk merekomendasikan amandemen Undang-Undang Perkebunan Nomor 39 tahun 2014 yang membolehkan HGU diperpanjang di depan 90 tahun.

Ia meminta agar HGU itu hanya 25 tahun dan setelah masanya habis dikembalikan kepada negara digunakan untuk menyejahterakan rakyatnya sebagaimana amanah UUD 1945 Pasal 33.

"Bumi air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyatnya," katanya. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini