SuaraRiau.id - Lebih satu dekade masyarakat pelosok Riau ini tidak merasakan peradaban. Jalan yang jadi akses roda ekonomi warga rusak parah. Lumpur dan lubang di mana-mana. Prasarana menuju sekolah juga masih jauh dari harapan. Anak-anak berjibaku melintasi lumpur setiap saat. Mereka rindu kemajuan, untuk menggapai masa depan yang lebih mapan.
Di kawasan pelosok Riau, masyarakat sulit menata kehidupan. Tak banyak pilihan, kecuali hanya menantang kesulitan. Semata-mata, hal ini untuk berusaha maju dan menyongsong kehidupan yang lebih mapan.
Kamis ketiga April 2022, matahari belum bersinar seutuhnya. Tapi ronanya sudah tampak merangkai bukit berbaris, Bukit Barisan. Lamtiur pun bergegas menenteng tas, menarik gas dan melintas jalanan lawas untuk sampai ke tempat pengabdian.
![Warga Bengkalis melintasi jalanan rusak dan berlumpur untuk bisa sampai ke sekolah. [Suara.com/Panji Ahmad Syuhada]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2022/06/06/51538-pengendara-motor-melintasi-jalan-berlumpur-di-bengkalis.jpg)
Percikan lumpur menyeka kaki, sepatu kulit hitam seketika berubah warna. Celana kain warna cokelat kebanggan juga digulung agar tidak ternoda. Jalanan becek berlubang ada di mana-mana. Tak ada pilihan lain, kecuali memaksa lewat jalan rusak yang hampir satu kilometer.
Kondisi ini, tunak dirasakan Lamtiur setiap pagi. Dalam hati, ia pun bergumam.
"Beruntung sudah mahir mengendarai motornya," ujarnya sembari senyum tipis.
Di belakang Lamtiur, anak-anak yang haus ilmu sudah baris-berbaris di sepanjang jalan. Suara riuh mereka bersahutan. Ada yang berjalan kaki, diantar orangtua hingga naik sepeda.
Meskipun rusak parah, jalanan tanah dengan lebar 4 meter ini masih bisa dilalui. Walau ia dan ratusan murid SD Negeri 16 Pinggir, Kabupaten Bengkalis, Riau itu harus menantang bahaya.
Setiap sudah sampai ke sekolah, tak ada yang luput dari percikan lumpur. Mulai baju, celana, bahkan sampai topi di kepala. Ini akibat hujan malam tadi yang mendera.
"Jadi gak heran kalau ke sekolah kadang ada yang gak pakai sepatu, pakaian berlumpur bahkan sampai bajunya basah," cerita Lamtiur, kepada Suara.com, akhir pekan lalu.
Lamtiur merupakan tenaga pendidik di SD Negeri 16 Pinggir, Kabupaten Bengkalis. Baru-baru ini, ia diberi amanah menjadi kepala sekolah di sarana pendidikan dasar yang letaknya di kawasan pelosok tersebut.
Menjadi seorang guru merupakan cita-cita Lamtiur sejak belia. Dia ingin anak-anak desa tempat ia tinggal mampu meraih mimpi dan menggapai asa.
Tempat pengabdiannya itu berada di Desa Semunai, sebuah Desa yang masih jauh dari kata sejahtera. Dari pusat perkotaan di Duri, desa itu berjarak tak kurang 50 kilometer. Lokasi ini sempadan dengan Sialang Rimbun, sebuah dusun dari desa Muara Basung yang bertetangga dengan kawasan suaka margasatwa.
Semunai-Sialang Rimbun, merupakan dua wilayah yang berada di pelosok Riau. Saat musim hujan sudah tiba, akses jalan menjadi basah. Licin, dan lubang menganga di mana-mana. Terutama akses menuju ke SD Negeri 16 Pinggir tadi, tempat Lamtiur dan ratusan siswa meniti asa.
Di pedesaan tersebut, salah satu akses yang terparah adalah jalan sekolah --akses menuju SDN 16 Pinggir--. Akses itu dipakai warga jadi jalan poros untuk menuju sekolah hingga penyokong ekonomi warga.