Isu Reshuffle Kabinet, FITRA Minta Jokowi Evaluasi Menteri Sektor Pangan Berkinerja Buruk

Presiden sejak periode kemarin sudah kampanye produk lokal, tetapi faktanya infrastrukturnya belum dibangun, ujar Badiul.

Eko Faizin
Minggu, 27 Maret 2022 | 17:24 WIB
Isu Reshuffle Kabinet, FITRA Minta Jokowi Evaluasi Menteri Sektor Pangan Berkinerja Buruk
Presiden Joko Widodo. (YouTube Setkab Presiden)

SuaraRiau.id - Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi (Seknas FITRA) meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengevaluasi dan tak ragu merombak (reshuffle) menteri-menteri bidang pangan jika kinerja mereka buruk.

Manajer Riset Seknas FITRA Badiul Hadi menyatakan bahwa Presiden Jokowi harus mengevaluasi menteri-menteri yang menopang sektor pangan.

“Kementerian dan lembaga di sektor pangan itu betul-betul harus dievaluasi secara total baik Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, Kementerian UMKM, dan lain-lain. Kementerian-kementerian yang menopang sektor pangan saya kira harus dievaluasi,“ kata Badiul dikutip dari Antara, Minggu (27/3/2022).

Ia menyoroti ada berbagai masalah yang dihadapi di sektor pangan, sehingga menyebabkan harga-harga beberapa barang mahal, dan impor komoditas pokok masih tinggi.

Dari berbagai masalah itu, ia menyebut anggaran yang dialokasikan untuk mendukung program ketahanan pangan masih relatif rendah, meskipun ada kenaikan jumlah dari Rp62,8 triliun pada 2021 jadi Rp76,9 triliun pada 2022.

“Kenaikan sekitar Rp15 triliun itu bukan angka yang besar ketika bicara sektor pangan,” kata dia lagi.

Ia menyampaikan dampak minimnya anggaran ketahanan pangan menyebabkan kecenderungan Pemerintah mengimpor barang pokok yang sebenarnya dapat diproduksi di dalam negeri.

“(Problem terkait) impor itu juga terjadi akibat rendahnya anggaran di sektor (pangan) ini yang tidak mampu mendorong produktivitas dalam negeri, sehingga Pemerintah harus impor,” ujar Badiul.

Pada sisi lain, Badiul menilai problem impor terjadi karena infrastruktur yang mendukung dan menopang produksi di dalam negeri masih kurang, utamanya terkait sektor pangan. Misalnya, alat-alat pertanian termasuk traktor masih harus impor karena produksi dalam negeri belum memadai.

“Presiden sejak periode kemarin sudah kampanye produk lokal, tetapi faktanya infrastrukturnya belum dibangun,” ujar Badiul.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini