"Kemudian 1 kasus dengan terduga pelaku juga mahasiswa dan 1 kasus lagi terduga pelakunya mahasiswa dan korban mahasiswi itu yang terjadi kampus Unri," ujarnya.
Maka demikian, sebagai pengemban hukum, LBH Pekanbaru mendesak DPR RI untuk mengesahkan Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS), tentunya dengan memperhatikan dan mengedepankan kondisi korban serta hak-hak korban dapat dipenuhi.
"RUU TPKS juga dapat menjamin agar tidak kembali terjadi kekerasan seksual dimana pun dan oleh siapapun," tegasnya.
Sahkan RUU TPKS
Direktur Pusat Pengembangan Sumberdaya Wanita (PPSW) Riau, Herlia Santi mengungkapkan bahwa selama ini banyak kasus kekerasan seksual banyak yang terungkap.
Hal itu, salah satunya kurang alat bukti, malu dan takut sehingga pihak korban dan keluarga menyelesaikan sendiri.
Ada kasus diselesaikan dengan cara dinikahkan, antara korban dan terduga pelaku. Namun tidak menutup kemungkinan akan muncul kasus kekerasan baru misalnya diceraikan, tidak menjamin masalah selesai.
Senada dengan LBH Pekanbaru, Santi mendorong agar RUU TPKS disahkan agar bisa mengakomodir korban. Supaya korban tidak menjadi korban lagi dan yang paling penting pelaku kekerasan seksual mendapat efek jera.
"Tapi poin utamanya adalah betul-betul ada efek jera ada pelaku, tidak ada ambigu," tegasnya.
Menunggu ketegasan Unri
Meski sudah tersangka, dekan SH disebut masih aktif di kampus. Ia bahkan masih menandatangi surat edaran (SE) terkait bimbingan skripsi di lingkungan FISIP Unri.
Surat edaran yang ditandatangi 25 November 2021 tersebut, guna mengimplementasikan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 terkait kekerasan seksual.