"Atri semangatnya lebih tinggi dari pada saya, Atri gak tega lihat saya menangis. Saya melarang, tapi Atri bangkit dengan sendirinya." ujar dia.
Tanpa sepengetahuan orangtua, Leani ternyata terus berlatih di Pekanbaru. Hingga akhirnya terpilih mewakili Provinsi Riau pada ajang Peparnas 2012 silam.
Tak disangka, Leani sumbang medali emas untuk Riau. Orangtua baru tahu Leani masih bermain bulutangkis saat ia menyerahkan medali emas kepada sang ayah.
"Semangatnya gak pernah luntur. Saya tidak izinkan main, tapi Atri semangatnya luar biasa," ujar Mujiran.
Prestasi Leani jadi semangat bagi adik-adiknya yang juga tengah menekuni badminton. Ia boyong adik ke Pekanbaru bergabung di klub untuk berlatih.
Pada tahun 2013, Leani kemudian bergabung dengan komite paralimpiade nasional Indonesia, NPC.

Di NPC inilah 'lompatan' Atri kian tinggi, Leani terus berlatih dan bekerja keras. Ikut turnamen nasional dan internasional hingga akhirnya mengharumkan nama bangsa dengan torehan dua medali emas dan satu medali perak di Paralimpiade Tokyo 2020.
Pada Paralimpiade Tokyo 2020, Leani Ratri meraih medali emas pertama di nomor ganda putri bersama pasangannya Khalimatus Sayidah usai menumbangkan pasangan China Cheng Hefang dan Ma Huihui.
Medali emas kedua diraih saat turun di nomor ganda campuran dengan pasangannya Hery Susanto dengan menumbangkan pasangan Prancis Lucas Maszur dan Faustina Noel.
Leani juga berhasil menembus final di nomor tunggal putri, sayang dia kalah dari wakil China Cheng Hefang dan berhak atas medali perak.
Raihan medali emas ini bahkan menjadi yang pertama bagi kontingen merah putih dalam 41 tahun keikutsertaan di ajang paralimpiade.
Mujiran tak pernah menyangka, putrinya yang sempat jatuh tapi bangkit dengan semangat yang lebih tinggi.
"Tidak bisa dibilang dengan kata-kata, sulit untuk ungkapkan dengan kata-kata, gak mungkin rasanya anak saya ini bisa mendunia. mudah-mudahan ia lebih pandai berpikir, pandai menjaga adek-adek karena saya sudah tua," kata Mujiran.