Pesan Haru Anak Kru Nanggala-402: Jika Dermagamu Surga, Maka Tunggu Kami

Dalam unggahan itu, salah satu anak korban tragedi kapal selam KRI Nanggala-402 tenggelam

Eko Faizin
Sabtu, 01 Mei 2021 | 12:14 WIB
Pesan Haru Anak Kru Nanggala-402: Jika Dermagamu Surga, Maka Tunggu Kami
Sejumlah prajurit TNI-AL awak kapal selam KRI Nanggala 402 berada di atas lambung kapal setibanya di Dermaga Koarmatim, Ujung, Surabaya, Jatim, Senin (6/2/2012).[Antara/M Risyal Hidayat]

SuaraRiau.id - Mantan Panglima TNI, Gatot Nurmantyo baru-baru ini mengunggah sebuah tulisan dari seorang anak kru KRI Nanggala-402 yang gugur dalam bertugas di perairan utara Bali.

Tulisan itu diunggah oleh Gatot Nurmantyo melalui akun Instagram pribadinya @nurmatyo_gatot, pada Jumat (30/4/2021).

Dalam unggahan itu, salah satu anak korban tragedi kapal selam KRI Nanggala 402 tenggelam, menuliskan kesaksiannya ketika dapat kabar duka tersebut.

“Tulisan seorang anak syuhada KRI Nanggala 402. Tentang kesaksian anak salah satu korban gugur di KRI Nanggala 402. Untuk Nery, kamu bukan hanya pencerita yang baik. Tetapi anak yang hebat dan juga pribadi yang kuat,” tulis Gatot Nurmatyo di akun Instagramnya.

Gatot mengutip tulisan dari Nery untuk sang ayah yang gugur dalam KRI Nanggala 402 berjudul ‘Selamat Bertugas Prajurit’:

Berita tentang hilangnya kapal selam Nanggala 402 sejak kemaren, membuat berkecamuk semua rasa kami.

Ya, salah satu awak kapal itu adalah ayah kami, yang pamit bertugas hanya seminggu, namun di hari ketiga di kabarkan loss contacts.

“Ya Allah, tolong ya Allah, butuh keajaibanmu” gumam adik perempuanku yang tak lepas dari TV dan memantau lewat sosial media.

“Eh, jgn bilang tenggelam dulu dong, jangan menyerah dong, carii, cari terus” histerisnya adik lelakiku penuh emosi.

Aku sebagai anak perempuan tertua menahan semuanya, tidak ikut emosi walau air mata tak bisa terhenti.

Tanggung jawabku memastikan keadaan rumah terkendali, terutama ibuku, sesuai pesan ayah yang selalu di ulang-ulang,

“Saat ayah bertugas, kondisi rumah menjadi tanggung jawabmu, bantu bunda untuk menjalankan hari selama ayah tertugas, kamu anak pertama, tugas ini memang untuk kamu, walaupun kamu perempuan, maka jadilah perempuan yang kuat, adikmu boleh menyerah, tapi kamu tidak boleh menyerah jika masih bisa berdiri”

Hari-hari biasa kudengar petuah itu layaknya kaset yang di ulang-ulang terus sebulan 2 sampai 3 kali setiap mau bertugas beberapa hari.

Dan akan lebih lama petuah itu jika ayah akan bertugas sebulan lebih.

Dan kemaren petuah itu tidak lebih lama, namun sebelum masuk mobil ayah kembali dan menghampiriku, memegang pundakku, dan berkata “Ingat tanggung jawabmu, menjaga semua menjadi baik-baik saja, walau dalam keadaan tidak baik”

Hanya kujawab dengn anggukan, karena kupikir “apaan sih ayah, tugas cuma seminggu aja”

Namun ternyata tidak seperti biasanya, ayah berlayar tanpa kabar.

Sejak dinyatakan hilang, ibuku menangis tapi tidak histeris, berdiam diri di kamar, di atas sajadah, terus merapalkan doa.

Kuhampiri saat berbuka puasa, kupastikan ibu baik-baik saja.

Ingin rasanya berteriak, namun sesuai pesan ayah, aku tidak boleh, aku harus jalankan tugas ayah.

Kami semua menghadap televisi yang sedang menayangkan gambar-gambar kapal yang dinaiki ayah.

Bunda memimpin penghormatan kami. “Hormat graak”.

“Selamat bertugas prajurit, jangan khawatirkan kami, kami baik-baik saja, jika masih ada dermaga maka bersandarlah, dan jika dermagamu adalah surga maka tunggu kami di dermaga itu, selamat bertugas”

Suara parau bunda membuat isak tangis dan gemetar dalam penghormatan kami. Lalu kami mengambil wudhu untuk lakukan salat ghoib.

Saya kira kami akan salat ghoib sendiri-sendiri. Namun tidak.

Galang, adik kami yang paling kecil, yang selama ini kami kenal bandel dan olokan karena bontot dan lelaki sendiri, telah berdiri menempatkan dia sebagai imam.

“Luruskan shaf, saya mendapat tugas dari ayah, untuk menjadi imam, menjadi muhrim dan menjaga kehormatan kakak dan bunda, karena saya lelaki sendiri, saya sebenarnya pemimpin setelah ayah, namun saya kira saya belum siap, tapi kini saya siap tidak siap harus jalankan tugas ayah, bunda, kakak, tolong bimbing saya untuk jalankan tugas ini.”

Kata-kata pemimpin baru di rumah ini membuat derai air mata bercampur senyum yang keluar bersamaan.

Dan kami bertiga, mengangguk pasti. Salat ghoib berjalan dengan penuh air mata, namun hati kami ikhlas. Selamat bertugas prajurit.

Kami akan melaksanakan tugas dari Anda. Sampai bertemu di dermaga kelak. Selamat berjuang Pahlawan. Juga selamat ‘beristirahat’.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini