Isu Reshuffle Kabinet, Sri Mulyani dan Luhut Panjaitan Jadi Perhatian

Pakar ekonomi pun menilai kinerja menteri-menteri yang layak di-reshuffle kurang memuaskan.

Eko Faizin
Kamis, 15 April 2021 | 15:33 WIB
Isu Reshuffle Kabinet, Sri Mulyani dan Luhut Panjaitan Jadi Perhatian
Presiden Joko Widodo [Biro Pers Istana/Antara]

SuaraRiau.id - Isu reshuffle kabinet Joko Widodo- Maruf Amin menguat. Sejumlah menteri yang membidangi ekonomi pun dinilai layak untuk di-reshuffle.

Pakar ekonomi pun menilai kinerja menteri-menteri yang layak di-reshuffle kurang memuaskan.

Menurut Bhima Yudhistira, seorang ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mengatakan beberapa menteri bidang ekonomi layak di-reshuffle antara lain Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Kata dia, membengkaknya utang negara dan defisit APBN berpotensi menghambat pemulihan ekonomi. Oleh sebab itu, kinerja Sri Mulyani dinilai tak memuaskan.

"Jadi dianggap tidak bisa mengendalikan level defisit dan tidak bisa mengendalikan utang. Bahkan narasinya seolah-olah utang itu hak yang baik dan perlu ditingkatkan. Jadi seolah-olah tidak melihat bahwa utang itu memiliki tingkat risiko yang cukup menghambat pemulihan ekonomi dan akan menjadi beban kepada fiskal-fiskal ke depannya," kata Bhima dikutip dari Batamnews.co.id--jaringan Suara.com, Rabu (14/4/2021).

Senada dengan Bhima, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan juga berpendapat Sri Mulyani layak di-reshuffle. Ia mengkritik keras cara pengelolaan uang negara dari Sri Mulyani.

"Pengelolaan keuangan negara ini ugal-ugalan. Masa SILPA saja diakumulasi terus. Kalau Rp 50 triliun kan sudah bisa bikin beberapa RS dan sekolah, jadi itu sudah banyak sekali," kata dia.

Lanjut Bhima, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menurutnya juga dinilai layak diganti.

Bhima berpendapat, Ida terlalu berpihak kepada pelaku usaha, khususnya di sektor padat karya ketimbang para pekerja yang kesulitan di tengah pandemi Covid-19.

"Padahal harusnya kan memprioritaskan bagaimana pekerja, hak-haknya itu diperjuangkan melalui Kemnaker, saya tidak melihat itu," ujarnya.

Bhima menyebut kepercayaan pemerintah terhadap Kemenaker juga kurang, melihat program Kartu Prakerja yang dinilainya menjadi ranah Kemnaker justru ada di bawah Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian.

"Ini kan artinya ada ketidakpercayaan dari Kemenko Perekonomian atau bahkan adanya kurangnya kepercayaan dari eksekutif yang paling atas terhadap kinerja Menaker, sehingga seharusnya dilakukan oleh Menaker itu justru diambil alih oleh pihak lain, itu terlihat sekali," sebut Bhima.

Bhima juga menilai Menteri BUMN Erick Thohir patut dievaluasi karena belum bisa melakukan rasionalisasi penugasan pemerintah untuk menyehatkan BUMN karya.

Saat ini, ia melihat hal itu belum dilakukan sehingga rasio utang terhadap ekuitas atau debt to equity ratio (DER)-nya terus naik.

"Jadi penyehatan itu yang tidak terlihat, sehingga BUMN karya mengalami kenaikan DER atau rasio utang yang cukup signifikan, dan beberapa bahkan terancam pailit," kata Bhima.

Selanjutnya, Bhima juga berpendapat Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan layak di-reshuffle karena kerap kali memberikan sentimen positif yang berlebihan.

"Misalnya Tesla mau ke Indonesia, ternyata Tesla-nya ke India. Jadi lebih banyak ke narasi-narasi yang bombastis, meskipun realisasinya kecil. Termasuk juga ekonomi akan tumbuh 7 persen di kuartal II. Jadi yang seharusnya bukan bidangnya, tapi diambil alih," tuturnya

Sementara itu, menurut Anthony, menteri bidang ekonomi lainnya yang dinilai layak untuk di-reshuffle adalah Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita.

"Menperin apa yang dilakukan? Kita tidak dengar terobosan-terobosan bagaimana meningkatkan industri tanah air, jadi tidak ada," tegas Anthony.

Anthony juga menilai, Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo layak di-reshuffle karena belum bisa mencetak prestasi di bidang pangan meski sudah ada lumbung pangan nasional atau food estate.

"Kalau kita bicara sektoral lagi ada Mentan. Kalau pertanian yang urgent karena tidak ada prestasi, prestasi cuma begitu saja. Kalau saya lihat malah tidak lebih baik, bahkan lebih buruk dibandingkan yang lalu, jadi tidak ada terobosan sama sekali," ucapnya.

Anthony juga mengungkapkan bahwa Menteri ESDM Arifin Tasrif juga layak reshuffle karena tidak menyesuaikan harga BBM di Indonesia dengan harga minyak dunia yang sudah turun sejak Maret 2020 lalu.

"Penurunan itu kan sudah dari Maret 2020, lalu April, Mei, Juni itu kan sudah paling bottom, paling rendah. Dan masyarakat lagi sulit, tetapi hak masyarakat dari harga BBM yang lebih murah itu tidak diberikan. Padahal konsumsi masyarakat juga sudah turun. Dan kalau diturunkan juga Pertamina tidak akan rugi. Karena itu sudah terjadi ke harga keekonomian," tegas Anthony.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini