Lebih lanjut, ia menunjukkan bahwa kecenderungan untuk menganggap masyarakat selalu atau sering takut bicara politik ini terutama ditemukan di kalangan mereka yang cenderung menganggap negatif kinerja Jokowi dan pemerintahannya.
Kata dia, sekitar 48 persen dari warga yang kurang atau tidak puas dengan kinerja Jokowi yang menganggap masyarakat selalu atau sering takut bicara politik. Sementara di kalangan yang sangat atau cukup puas angkanya hanya 37 persen.
Sementara itu, sekitar 47 persen dari warga yang menganggap kondisi ekonomi Indonesia buruk menganggp masyarakat selalu atau sering takut bicara politik, sementara di kalangan yang menganggap kondisi ekonomi baik angkanya hanya 31 persen.
Sekitar 51 persen dari warga yang menganggap kondisi politik Indonesia buruk menganggap masyarakat selalu atau sering takut bicara politik, sementara di kalangan warga yang menganggap kondisi politik baik angkanya hanya 26 persen.
Sedangkan dilihat dari sisi demografi, yang menganggap masyarakat selalu atau sering takut bicara politik lebih ditemukan di kalangan usia 25 tahun ke bawah, berpenghasilan lebih tinggi, dan berpendidikan lebih tinggi.
Sekitar 54 persen warga berusia 25 tahun ke bawah menganggap masyarakat selalu atau sering takut bicara politik, sementara hanya 30 persen warga berusia di atas 55 tahun yang berpandangan demikian.
Sekitar 51 persen warga berpendidikan SMA dan 43 persen warga berpendidikan perguruan tinggi menganggap masyarakat selalu atau sering takut bicara politik, sementara hanya 29 persen warga berpendidikan SD yang berpandangan demikian.
Sekitar 45 persen warga berpenghasilan Rp 2 juta/bulan ke atas yang menganggap masyarakat selalu atau sering takut bicara politik, sementara hanya 31 persen warga berpenghasilan kurang dari Rp 1 juta/bulan yang berpandangan demikian.