Menanti Kisah Awang Menunggang Gelombang di Riau Rhythm in Orchestra

Di konser pertama selama pandemi ini, Riau Rhythm akan menyajikan kisah Pengembaraan Awang dalam format orchestra ke dalam 9 buah repertoar baru.

Eko Faizin
Rabu, 28 Oktober 2020 | 16:46 WIB
Menanti Kisah Awang Menunggang Gelombang di Riau Rhythm in Orchestra
Riau Rhythm dan orkestra akan menggelar konser bertajuk Riau Rhythm in Orchestra: Awang Menunggang Gelombang pada 30-31 Oktober 2020. [Dok Riau Rhythm]

SuaraRiau.id - Riau Rhythm dan orkestra akan menggelar konser di Anjung Seni Idrus Tintin kompleks Bandar Seni Raja Ali Haji (Bandar Serai), Kota Pekanbaru.

Konser bertajuk Riau Rhythm in Orchestra: Awang Menunggang Gelombang ini akan digelar pada 30-31 Oktober 2020 mulai pukul 20.00 WIB.

Menurut Pimpinan Produksi Aristofani Fahmi sejauh ini persiapan konser sudah mencapai 80 persen.

"Selebihnya penyesuaian antar pendukung seperti pencahayaan, multimedia, dan artistik," kata pria yang akrab dipanggil Itok kepada Suara.com, Rabu (28/10/2020).

Di konser pertama selama pandemi ini, Riau Rhythm akan menyajikan kisah Pengembaraan Awang dalam format orchestra ke dalam 9 buah repertoar baru.

Riau Rhythm digawangi Rino Dezapati sebagai komposer, Cendra Putra Yanis main cello, Viogy Rupiyanto violin dan vokal.

Sementara Violano Rupiyanto main gambus dan gitar, Fitrah 'Giring' pada vokal dan perkusi, Refi Lesta Hakim main drum serta Aristofani Fahmi pada flute.

Kisah Panglimo Awang
Dalam konser ini menceritakan seorang Panglimo Awang yang merupakan Budak Zamatera. Panglimo Awang dalam catatan sejarah sebagai manusia pertama yang mengelilingi bumi secara sempurna sekitar 499 tahun lalu.

Dikisahkan, Panglimo Awang menjadi navigator kapal Ferdinand Magellan dari Spanyol Selatan menuju kepulauan rempah Nusantara.

Panglimo Awang memandu pengembaraan 5 buah kapal dan 270 kelasi, menuju Nusantara untuk menjemput rempah yang menjadi barang idaman Eropa masa itu. Kisah pengembaraan Panglimo Awang menantang banyak penafsiran.

Diceritakan Itok, proses karya ini dimulai sejak akhir tahun 2018. Bermula diskusi informal dengan Ketua Majelis Kerapatan Adat (MKA) Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau, Datuk Seri Al Azhar mengenai pengembaraan Panglimo Awang.

Cerita pengembaraan tersebut, lanjut Itok, menjadi perhatian dunia, baik itu sejarawan maupun kaum intelektual lain.

"Disamping diskusi-diskusi kecil, proses pengumpulan bahan dan data yang terkait terus dilaksanakan. Hingga ketemu informasi bahwa Panglimo Awang diklaim sebagai manusia pertama yang berhasil mengelilingi bumi dengan sempurna," terangnya.

Pada saat yang sama, Pemerintah Indonesia sedang giat mengupayakan kebangkitan kembali kejayaan maritime nusantara melalui wacana jalur rempah.

Data yang terkumpul kemudian menjadi materi dasar bagi komposer Riau Rhythm, Rino Dezapati untuk ditafsir menjadi bebunyian dan harmoni karya musik. Selama dua tahun akhirnya Rino Dezapati menciptakan 9 buah repertoar musik yang mengandaikan pengembaraan Panglimo Awang tersebut.

"Karya Awang Menunggang Gelombang ini hasil pembacaan berdasarkan sudut pandang ke-Riau-an. Artinya Panglimo Awang dan pengembaraannya merupakan teks yang bebas untuk ditafsir," kata Itok.

Penciptaan karya ini melalui proses pembacaan terhadap fragmentasi dunia laut nusantara: makro dan mikro kosmos kelautan. Keagungan pengembaraan bagi pelaut Bugis-Makassar dimulai dengan ritual Songka Bala untuk membina koneksi diri dengan alam.

Songka Bala (tolak bala) sendiri menjadi laku prakembara untuk mengatasi ketegangan batin-spiritual dengan rintangan, mengokohkan keyakinan, sekaligus menjadi ikrar yang melandasi keputusan pengembaraan.

Legenda hantu laut Kala Kiwi yang populer di perairan pesisir dan kepulauan Riau hingga laut cina selatan menjadi titik “intip” dunia mistisisme kelautan.

Para pengembara laut sangat menghindari untuk tertidur di tengah laut, karena pada saat itulah, Hantu Laut (Kala Kiwi) menyerang awak kapal.

Berdasarkan data, tugas navigasi Awang pada ekspedisi Ferdinand Magellan merupakan keputusan tarik menarik dalam batin dan pikiran Awang yang membuka medan tafsir yang longgar. Kondisi batin Panglimo Awang ini kemudian dijadikan pijakan karya konser.

"Karya ini menggunakan lirik Syair Pelayaran Kampar yang menggambarkan ketidakberdayaan dan sikap penyerahan diri total terhadap kuasa absolut," ungkapnya.

Konser ini didukung oleh Direktorat Jenderal Kemendikbud RI melalui kompetisi proposal dalam program Fasilitasi Bidang Kebudayaan tahun 2020. Konser juga didukung Pemerintah Provinsi Riau, Gravis Advertizing, dan Asosiasi Seniman Riau (Aseri).

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Lifestyle

Terkini