SuaraRiau.id - Sebanyak 8 tokoh Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) ditangkap dan ditahan polisi, mereka adalah Dr Anton Permana, Jumhur Hidayat, Dr Syahganda Nainggolan, dan beberapa aktivis dari jejaring KAMI Medan.
Komite Hukum dan Advokasi KAMI Riau Ali Husin Nasution, kepada Riauonline.co.id (jaringan Suara.com), menyebut tindak kepolisian tersebut tidak sesuai pedoman kepolisian.
"Tindakan yang dilakukan oleh aparat tersebut dinilai sebagai tindakan represif dan tidak mencerminkan Peran dan Fungsi Polri sebagai Pengayom, Pelindung dan Pelayan Masyarakat sebagaimana Sumpah Anggota Kepolisian RI yakni Pedoman Hidup Tri Brata dan Pedoman Kerja Catur Prasetya," ujar Ali, Kamis (18/10/2020) malam.
KAMI Riau menilai Polri yang begitu cepat menangkap Syahganda Nainggolan dan membuka identitasnya adalah bentuk tidak menegakkan prinsip praduga tak bersalah (presumption of innocence).
"Jika kita baca pasal 21 UU No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana, maka terhadap 8 Tokoh dan Pejuang KAMI tersebut tidaklah memenuhi syarat untuk dilakukan penahanan," terang Ali.
Syahganda ditenggarai ditangkap karena mengeluarkan pendapatnya di media sosial terkait UU Omnibus Law Cipta Kerja yang diketok palu oleh Ketua DPR RI 5 Oktober 2020 lalu.
Atas dasar penggunaan pasal karet UU ITE ini, KAMI Riau meminta kepolisian membebaskan delapan orang tokoh KAMI.
"KAMI Riau meminta Polri membebaskan para tokoh dan pejuang KAMI dari tuduhan yang dikaitkan dengan penerapan UU ITE yang banyak mengandung 'pasal-pasal multitafsir'," ujarnya.