Surat panggilan pertama, tanggal 13 Mei 2025, dan surat panggilan kedua, tanggal 16 Mei 2025. Sebelum surat panggilan tersebut keluar, ia pun sudah menyampaikan pemberitahuan dengan menghubungi perusahaan.
"Saat itu saya dirawat inap secara intensif di rumah sakit. Perusahaan juga sudah diberi tahu," terang Marhaban.
Bahkan saat dirawat, pihak perusahaan ada mengirimkan perwakilan dari beberapa karyawan untuk menjenguknya.
Usai dibolehkan pulang Marhaban langsung memenuhi panggilan perusahaan di kantornya, pada 22 Mei 2025 di Jalan Soekarno-Hatta, Komplek Waringin Indah Blok A, No 7, Pekanbaru.
Selain itu, untuk menguatkan dan memenuhi keperluan administrasi ia sudah lebih dulu membalas secara surat tertulis pada tanggal 19 Mei 2025.
Dalam suratnya, dia kembali menerangkan kondisinya saat surat pertama dan kedua diterima, sedang dirawat intensif.
Kata LBH
Sementara itu, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) Wilayah Riau, Ilham Muhammad Yasir dan Sekretaris LBH ICMI Wilayah Riau Joki Mardison menyayangkan sikap perusahaan terhadap karyawannya ini.
Ilham menyampaikan, penggunaan mekanisme PHK harus digunakan secara manusiawi. PHK boleh dilakukan, tapi tidak boleh menzalimi pekerjanya.
Baca Juga: Derita Marhaban: Sakit Ginjal Akut, Di-PHK Tanpa Pesangon usai 14 Tahun Kerja
"Ini soal perlindungan pekerja yang selalu di posisi yang lemah ketika berhadapan dengan majikan/pengusaha," ujar Ilham.
Sedangkan Joki Mardison mendetilkan, ketika perusahaan tidak membayarkan hak normatifnya (upah) selama 2 bulan berturut-turut itu sudah pidana.
Apalagi sampai melakukan PHK tanpa pesangon terhadap karyawannya sendiri yang sudah bekerja berpuluh tahun seperti Marhaban ini.
"Lihat Pasal 93 ayat (2) junto Pasal 186 ayat (1) UU No. 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja itu ada pidananya. Ancamannya bisa maksimal 4 tahun dan juga dibebani membayar denda mencapai Rp400 juta, jika pengusaha tak membayarkan upah atas pekerjanya," tegas Joki mengingatkan.
Joki juga memperincikan, karyawan yang sakit berkepanjangan tidak dapat bekerja itu dijamin oleh undang-undang ketenagakerjaan atau Ciptaker.
Misalnya, pasal 153 karyawan tetap berhak mendapatkan upahnya dibayarkan secara penuh selama setahun berturut-turut dengan skema mulai 100 persen, 75 persen, 50 persen hingga 25 persen atas upahnya. Jika pun di PHK dalam kondisi sakit, itu harus diperhatikan haknya secara manusiawi.
Berita Terkait
-
HP Mau PHK 6.000 Karyawan, Klaim Bisa Hemat Rp16,6 Triliun
-
Nestapa Ratusan Eks Pekerja PT Primissima, Hak yang Tertahan dan Jerih Tak Terbalas
-
Restrukturisasi Perusahaan, Pengembang Game Tomb Raider PHK Puluhan Karyawan
-
Transjakarta Belum Bisa PHK Karyawan Terduga Pelaku Pelecehan, Tunggu Bukti Baru
-
COO Danantara Tampik Indofarma Bukan PHK Karyawan, Tapi Restrukturisasi
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 7 Rekomendasi HP RAM 12GB Rp2 Jutaan untuk Multitasking dan Streaming
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- BRI Market Outlook 2026: Disiplin Valuasi dan Rotasi Sektor Menjadi Kunci
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
Terkini
-
Genap 130 Tahun, BRI: Refleksi untuk Kembali Menegaskan Arah Masa Depan Perusahaan
-
7 Mobil Matic Bekas Bodi Mini Mudah Dikendalikan, Cocok buat Pemula
-
Cuaca Tak Menentu, Sekolah di Pekanbaru Dilarang Study Tour ke Luar Provinsi
-
7 Mobil Bekas Impian Keluarga: Nyaman di Dalam Kota, Tangguh buat Jalan Jauh
-
Riau Menuju Kesiapsiagaan Dini Hadapi Ancaman Banjir dan Longsor