Scroll untuk membaca artikel
Eko Faizin
Kamis, 14 April 2022 | 11:04 WIB
Ilustrasi membicarakan/menggunjing orang lain. [freepik/pressfoto]

“Makanlah! Saya akan menjamin pahalamu satu bulan penuh dan diterima di hadapan Allah subhanahu wata’ala,” tegas Syekh Abdul Qadir. Namun, lagi-lagi orang tersebut tidak mau.

Syekh Abdul Qadir kembali mengatakan, “Makanlah! Saya akan menjamin pahalamu satu tahun penuh dan diterima di hadapan Allah subhanahu wata’ala.”

Namun, sikap seperti pertama saat ia datang tidak kunjung berubah, dan tidak mau makan apa yang dihidangkan di hadapannya.

Dengan itulah, akhirnya Syekh Abdul Qadir mengatakan, “Tinggalkanlah, engkau telah hina di hadapan Allah subhanahu wata’ala”, dan setelah kejadian itu orang tersebut menjadi Nasrani bahkan mati dalam keadaan kafir. Naudzubillah.

Kisah ini berlaku dalam konteks puasa sunnah, tidak dalam puasa fardhu. Sebab, dalam puasa fardhu seseorang tidak boleh berbuka sepanjang tidak ada alasan yang bisa dibenarkan. Membatalkan puasa wajib hanya karena menjadi tamu tidak diperkenankan, kecuali dalam kasus puasa sunnah.

Ketiga, termasuk sesuatu yang bisa menghilangkan pahala puasa ialah berbuka puasa dengan sesuatu yang haram.

Di samping bisa menghilangkan pahala puasa, lebih dari itu berbuka dengan sesuatu yang haram juga bisa membuat seseorang merasa berat untuk melakukan suatu ibadah, sehingga akan sangat mudah meninggalkannya.

Dengan kata lain, berbuka puasa dengan makanan haram bisa membuat diri seseorang yang puasa malas beribadah (Habib Zain bin Smith, al-Fawaidul Mukhtarah li Saliki Tariqil Akhirah, h. 587).

Tiga hal di atas, harus disadari bahwa sangat berdampak negatif bagi orang yang melakukan puasa.

Karena, jika tetap melakukannya, orang yang berpuasa hanya bisa melakukan puasa tanpa mendapatkan pahalanya.

Load More