Scroll untuk membaca artikel
Eko Faizin
Rabu, 11 Agustus 2021 | 13:26 WIB
Zainal (60), pedagang kue keliling di Duri Kabupaten Bengkalis yang ulet dan gigih meski di tengah pandemi Covid-19. [Suara.com/Panji Ahmad Syuhada]

SuaraRiau.id - Seorang pedagang kue keliling, Zainal tetap menjalani aktivitasnya meski dalam kondisi pandemi Covid-19. Hal itu ia lakukan sebagai tanggung jawabnya menghidupi anak dan istri.

Meski menurutnya omzet jualan kuenya menurun sejak pandemi, namun saban hari, pria 60 tahun ini dengan gigih mengawali langkahnya untuk menjajakan kue.

Zainal mengitari sudut-sudut kota, berjalan kaki menawarkan dagangan kepada siapapun yang ditemuinya. Semangatnya tidak boleh diragukan.

Siang itu, Selasa 10 Agustus 2021, cuaca sangat terik, dari kejauhan pria uzur ini tampak membawa keranjang dan plastik. Di dalamnya, beragam jenis kue kering dan basah dibawa.

Berjualan kue keliling dengan jalan kaki sudah digeluti bapak dari empat orang anak ini selama 25 tahun. Kuenya bermacam-macam, mulai dari salaluak, risoles, tahu, hingga kerupuk.

Pandemi Covid-19 yang melanda dunia saat ini ternyata juga menghawatirkan baginya. Dari segi omzet, pendapatannya turun drastis. Apalagi saat ini aktivitas masyarakat juga turut dibatasi.

Namun bagi Ajo Zainal, sapaan perantau Minang ini, hal itu bukan menjadi halangan untuk tetap gigih di tengah pandemi. Meskipun omzet anjlok, ia tak mengeluh, apalagi putus asa.

"Sekarang karena pandemi, pendapatannya sekitar 60 sampai 70 ribu per hari, dari pagi sampai sore. Sebelumnya bisa dapat seratus ribuan," ujarnya, Selasa (20/8/2021).

Ajo Zainal, atau juga biasa dipanggil Uda Nal oleh warga, merupakan pria keturunan Pariaman yang mengaku menekuni usaha ini sudah 25 tahun.

Zainal berjualan kue kampung dan jajanan lain dengan berjalan kaki, mengelilingi kota Duri Kabupaten Bengkalis, dari pagi hingga sore hari.

Berjualan dengan berjalan kaki di tengah kemajuan teknologi dan informasi adalah sesuatu yang langka.

Tapi bagi Zainal, dengan jalan kaki ia merasa lebih bebas berjualan, meskipun melelahkan. Ia juga harus semangat bertarung di tengah pandemi, agar usahanya tidak terhenti dan cukup untuk menafkahi anak dan istri.

Berjualan kue keliling ini, rute perjalanan Zainal tidak dekat, pagi ia mulai keliling hingga siang.

Tengah hari disempatkan pulang untuk sejenak istirahat, makan dan salat. Lalu pukul 13.00 WIB siang, Zainal kembali berjalan kaki menjajakan kue dagangannya hingga pukul 18.00 WIB, atau menjelang magrib.

Pekerjaannya yang menuntut kekuatan kaki ini ditekuni sejak ia menjadi korban PHK pada 2002. Pria keturunan Pariaman, lahir di Tanjung Batu, Kundur, Provinsi Kepulauan Riau ini menghabiskan masa kecilnya di Bengkalis, Pekanbaru dan Dumai. Lalu menyelesaikan pendidikan menengahnya di Kampar.

Ia mengaku, dulu pernah kerja di PT Supraco, sebuah perusahaan service di bidang Migas dan berhenti tahun 2002 karena ada pengurangan tenaga kerja

Itulah awal mulanya ia memutuskan untuk berjualan keliling, meski ketika masih bekerja, setiap pulang kerja atau hari libur dia sudah terbiasa jualan di pasar.

"Pernah disuruh ganti usaha sama orang, tapi seperti terus terhalang, karena Ipar saya usaha ganti ini, ganti itu, akhirnya macet juga," akunya.

Sempat ditawari motor tapi takut
Ia bercerita, suatu hari ada orang yang menyuruh datang ke rumahnya dan menawarinya sepeda motor untuk berjualan, tapi ia tolak. Hal ini karena dilarang oleh istri. Orang tersebut merasa prihatin lantaran Zainal jualan kue dengan berjalan kaki.

Penolakan itu lantaran istri merasa khawatir kalau pakai motor nanti terjadi apa-apa. Orang itu bersedia memberinya uang muka motor, meski ia harus bayar angsurannya sendiri.

Di hari lain, ada orang yang baik hati lagi, mau memberi uang berapapun, asal dia mau ganti usaha lain, tidak lagi jualan dengan jalan kaki. Namun ditolaknya juga.

"Suatu hari, saya ajak istri untuk mau berjualan di tepi jalan, tapi istri tetap gak mau. Itulah sebabnya saya jualan dengan jalan kaki sampai kini," ujarnya.

Dan kini ia merasa tenang, tinggal di Jalan Bandes 2 Mato Aia, kelurahan Duri Barat, kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis bersama istri dan keempat anaknya.

Untuk menghidupi anak dan istri tersebut, ia akan terus jalan kaki. Bagi Ajo Zainal, jalan kaki adalah jalan hidupnya.

Putus kuliah
Pria yang gigih, ulet dan pekerja keras ini bercerita, bahwa ia adalah lulusan SMA Rumbio Padang Mutung, Kabupaten Kampar, dan merupakan lulusan terbaik.

Bahkan Zainal juga pernah kuliah di FKIP Universitas Riau (UNRI) tahun 1984. Sayangnya, setelah semester kelima, ia harus keluar dari bangku kuliah karena harus bolak-balik dari kampus yang berada di Panam ke Jalan Patimura.

Rupanya, dia tidak sendirian, sebab 20 orang dari 45 orang di angkatannya juga meninggalkan kuliah, karena program Diploma 1 nya ditutup oleh pihak kampus, mereka serta merta ditransfer ke program S-1.

Dari situ, cerita panjang hidupnya mulai disambung. Kemudian puluhan tahun menjadi buruh di kota minyak, bekerja berganti-ganti perusahaan di kota Duri, dari PT Budibora Jaya, PT PGE, PT GSA hingga PT Supraco.

“Kerjanya ya ramas, apa disuruh mau. Operator millwright, ngelas, menjadi penjaga gudang, potong rumput, membuka mesin-mesin. Yang penting kerja," kenangnya.

“Tahun-tahun itu gajinya sekitar Rp 100 ribu, kemudian bisa naik gaji menjadi Rp 190 ribu per bulan," tambahnya.

Hingga tahun 2002, dia pun berhenti bekerja dari PT Supraco. Ia menjadi korban PHK di era demo besar-besaran PT Tripatra saat masa kejayaan PT Caltex Pacific Indonesia.

Mengenang masa lalunya, ia lantas bercerita bahwa juga pernah kerja selama tiga bulan di Komplek Sibayak 47, areal perumahan karyawan perusahaan migas asal Amerika tersebut.

Selama itu, ia bekerja di rumah Pak Tur Murdiono, salah satu orang penting di Caltex.

Kerja rutinnya yaitu angkat telpon, bersih rumah, ngepel, cuci mobil, bersih pekarangan, jaga rumah dan jaga kebun.

"Saya diminta kerja 9 bulan di rumah Pak Tur sebelum pensiun. Saya juga dijanjikan dimasukkan ke Caltex, tapi saya tidak mau. Pak Tur Murdiono orangnya baik, saya disiapkan kamar di rumah beliau. Fasilitas lengkap, makan sekenyang-kenyangnya, kalau Bapak mau Jum’atan saya diajak naik mobilnya," kenangnya.

Bahkan lantaran kisah hidupnya panjang, penjual kue keliling tadi juga pernah ditawari bekerja di bank, namun ia tolak lantaran ingin menjalani hidup apa adanya.

"Saya menjalani hidup ini apa adanya. Dalam hidup ini, ada bertemu dan berpisah, kita kadang merasa kehilangan, pada orang-orang yang kita cintai yang telah tiada,” tuturnya.

Berjualan kue keliling jalan kaki, merupakan tantangan hidup di tengah pandemi Covid-19. Virus ada dimana mana dan tidak kelihatan mata telanjang.

“Saya harus tabah, semua ini sudah kehendak-Nya. Di masa pandemi ini penghasilan jual kue merosot jauh. Risiko tertular Covid-19 juga tinggi. Saya bersyukur Allah masih memberikan nikmat kesehatan," ungkapnya.

Ajo Zainal, sosok pekerja keras, tak malu, gigih, ulet atau sebutan lain yang pantas disematkan.

Ia menginspirasi kehidupan. Di tengah persaingan hidup, apalagi di tengah pandemi Covid-19. Ia terus berjalan, jalan kaki adalah jalan hidupnya.

Kontributor : Panji Ahmad Syuhada

Load More