Scroll untuk membaca artikel
Eko Faizin
Rabu, 23 Desember 2020 | 15:53 WIB
Petani Sawit Jangan Sampai Dirugikan Gegara RPP Kawasan Hutan
Biji kelapa sawit yang telah disortir di Desa Rantau Sakti, Rokan Hulu, Riau, Selasa (16/9). [Antara/Wahyu Putro A]

Idealnya, ganti rugi seharusnya dihitung berdasarkan kemampuan usaha.

Terkait pencabutan izin berusaha, tambahnya, juga harus dilakukan berhati-hati, terutama terkait batas waktu perizinan maksimal.

“Kebijakan ini perlu dievaluasi. Hal ini karena perusahaan baru beroperasi setelah mendapatkan HGU. Mungkin jangka waktunya bisa diperpanjang agar tidak terjadi pencabutan izin yang kontraproduktif dan justru melemahkan UU Cipta Kerja.”

Di sisi lain, menurut dia, pencabutan izin dan pengembalian lahan kepada negara, punya persoalan baru yakni belum jelas siapa yang bertanggung jawab sebagai negara.

Sementara itu Dewan Pakar Persatuan Sarjana Kehutanan Indonesia (PERSAKI) Petrus Gunarso mengingatkan, terminologi “ketelanjuran” dan “kawasan telantar” dalam RPP harus berhati-hati dipergunakan.

Dalam pemahaman istilah keterlanjuran yang menyangkut nasib 3,4 juta hektar kebun sawit di Kawasan hutan, KHLK juga termasuk sebagai pihak yang bertanggung jawab.

"Dan banyak juga di antaranya merupakan perkebunan milik petani," ujar Petrus. (Antara)

Load More