SuaraRiau.id - Mantan Pj Wali Kota Pekanbaru dan juga mantan Sekretaris DPRD Riau, Muflihun terseret kasus dugaan korupsi Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) 2020–2021.
Lantaran namanya kerap dikaitkan, Muflihun mengambil langkah hukum melaporkan perkara tersebut ke Polresta Pekanbaru, Minggu (13/7/2025) malam.
Dia tegas menyatakan bahwa tidak pernah menandatangani dokumen yang kini tengah menjadi sorotan hukum.
"Saya pastikan, tanda tangan yang tercantum dalam dokumen SPT dan SPPD itu bukan milik saya. Itu jelas-jelas dipalsukan. Saya tidak akan tinggal diam," ujar Muflihun dikutip dari Riauonline.co.id--jaringan Suara.com, Senin (14/7/2025).
Baca Juga:Santer Dikaitkan Kasus SPPD Fiktif DPRD Riau, Muflihun Akhirnya Buka Suara
Dia ditemani tim kuasa hukumnya mendatangi kantor polisi terkait dugaan pemalsuan tanda tangan dalam dokumen perjalanan dinas tahun anggaran 2020 tersebut.
Diketahui, dokumen yang dimaksud ialah Surat Perintah Tugas (SPT) Nomor: 160/SPT/ dan Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) Nomor: 090/SPPD/, yang digunakan dalam kegiatan konsultasi Ranperda Penyelenggaraan Kepemudaan ke Kementerian Dalam Negeri di Jakarta, 2-4 Juli 2020.
Berdasarkan hasil penelusuran tim hukum, terdapat indikasi kuat bahwa tanda tangan dalam dokumen tersebut bukan berasal dari Muflihun.
Sementara itu, kuasa hukum Muflihun, Ahmad Yusuf mengatakan kalau pemalsuan itu merupakan bagian dari praktik yang sistematis di lingkungan internal DPRD Riau saat itu.
"Kami menemukan bukti bahwa tanda tangan klien kami dicatut untuk mencairkan dana perjalanan dinas. Yang kami laporkan ini baru satu kasus, namun bisa jadi ini hanyalah puncak gunung es," ungkapnya.
Baca Juga:Diusut Polda Sejak Juni 2024, Apa Kabar Kasus SPPD Fiktif di DPRD Riau?
Tim hukum menduga, pemalsuan ini dilakukan oleh pihak internal yang memiliki akses terhadap dokumen administratif dan keuangan.
Tidak hanya satu dokumen, mereka percaya bahwa lebih banyak dokumen yang telah dimanipulasi demi kepentingan oknum tertentu.
"Kami meyakini bahwa jika seluruh dokumen SPT dan SPPD tahun 2020-2021 ditelusuri, maka akan ditemukan banyak tanda tangan palsu lainnya. Ini adalah praktik kotor yang selama ini tersembunyi," tegasnya.
Kuasa hukum lainnya, juga menyebutkan dugaan pemalsuan ini tidak bisa dilepaskan dari pola lama yang juga muncul dalam kasus SPPD fiktif yang menjerat Plt. Sekwan DPRD Riau sebelumnya, Tengku Fauzan Tambusai.
Menurut Weny, pola pemalsuan yang menyeret Muflihun sangat mirip dokumen dikeluarkan tanpa otorisasi pejabat sah, dengan tanda tangan yang diduga dipalsukan oleh oknum dalam sistem.
"Nama-nama yang terlibat dalam kasus lama, kini muncul lagi. Ini artinya, ada jaringan yang masih aktif, yang harus segera dibongkar oleh penegak hukum," tegasnya.