SuaraRiau.id - Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) meminta Direskrimum Polda Riau Kombes Pol Asep Darmawan tidak memperkeruh suasana di tengah konflik lahan antara PT Seraya Sumber Lestari (SSL) dengan masyarakat di Kampung Tumang dan Merempan Hulu, Siak.
Diketahui dalam pernyataan resminya pada 23 Juni 2025, Kombes Asep menegaskan konflik yang berujung pada kerusuhan dan pembakaran fasilitas PT SSL tersebut tidak murni diperjuangkan oleh masyarakat kecil.
Hasil penyelidikan dan profiling yang dilakukan, polisi menemukan indikasi kuat adanya keterlibatan cukong atau pihak-pihak bermodal besar yang memanfaatkan konflik untuk memperkaya diri.
Koordinator Jikalahari Okto Yugo Setiyo menuturkan jika pernyataan itu sungguh menyakiti hati masyarakat yang murni memperjuangkan sumber kehidupan mereka.
Baca Juga:Konflik Lahan PT SSL: Polda Riau Wanti-wanti Bupati Afni, Jangan Sampai Bela Cukong
"Kebun mereka dibongkar oleh PT SSL hingga menjadi pemicu pecahnya konflik ini. Pernyataan Kombes Pol Asep sebagai Polda Riau, mestinya harus juga mengedepankan keteduhan dan memberikan rasa aman kepada masyarakat Kampung Tumang dan Merempan Hulu," kata Koordinator Jikalahari Okto Yugo Setiyo, Selasa (24/6/2025).
Pernyataan Kombes Pol Asep justru bertentangan dengan pernyataan Kapolda Riau Irjen Herry Heryawan pada 15 Juni 2025 yang menyebut pihaknya menghargai langkah-langkah preventif dan pendekatan dialogis yang dilakukan oleh Pemkab Siak.
Dalam paparan itu, Kapolda juga menyatakan jika kolaborasi dibutuhkan antara masyarakat, pemerintah daerah dan Polri, selain mengajak semua pihak menjaga situasi tetap kondusif, tidak terprovokasi, dan saling menahan diri. Menurutnya Polri hadir bukan untuk menakut-nakuti, tapi untuk melindungi dan mengayomi agar keadilan tetap hidup dan marwah negeri tetap terjaga.
"Pernyataan Kombes Asep yang tidak melihat perjuangan masyarakat atas ruang hidupnya yang dihancurkan PT SSL juga bertentangan dengan kebijakan Green Policing yang diusung Bapak Kapolda Riau, harusnya polisi bukan hanya penegak hukum, namun juga hadir sebagai penjaga kehidupan, hutan, udara, air dan ruang hidup masyarakat," ungkap Okto.
Jikalahari menyampaikan, saat rapat pembahasan konflik antara masyarakat dengan PT SSL di Kantor Bupati Siak pada 12 Juni 2025, salah satu penghulu menyampaikan sebab konflik terus meruncing.
Baca Juga:UAS-Rocky Gerung Bertemu Kembali di Riau, Satukan Iman dan Akal demi Kelestarian Alam
Ketika itu, penghulu mengatakan PT SSL yang memulai konflik dengan warga Kampung Tumang dan Merempan Hulu hingga berujung aksi pembakaran.
Okto mengungkapkan dalam rapat disampaikan, PT SSL telah membongkar kebun sawit masyarakat pada malam hari dan menggantinya dengan tanaman akasia.
PT SSL juga memerintahkan warga mengosongkan lahan melalui surat. Tindakan provokatif PT SSL tersebut yang menyebabkan warga tidak terima karena mereka sudah lebih dulu berada di Kampung Tumang dan Merempan Hulu memberikan rekasi dan mudah terprovokatif.
"PT SSL selama ini tidak proaktif dan mengabaikan aduan dan protes dari masyarakat. Bahkan Direktur Utama, Samuel Soendgjadi baru hadir pertama kali saat rapat mediasi yang dilaksanakan Bupati Siak pasca kejadian perusakan perumahan karyawan PT SSL," jelas Okto.
Menurutnya, PT SSL selama ini membiarkan konflik terus berlarut-larut, tidak proaktif sehingga dikeluhkan masyarakat Kampung Tumang dan Merempan Hulu.
"Bahkan Danramil hingga anggota DPRD Siak juga menyampaikan kekecewaannya. Mestinya ini menjadi catatan bagi Dirkrimum Polda Riau agar lebih bijak dalam memberikan pernyataan publik," kata Okto.
Okto menyatakan langkah awal yang diambil Bupati Siak Afni Zulkifli pasca konflik dengan memanggil perusahaan, serta memerintahkan penghentian sementara aktivitas di areal konflik adalah langkah tepat.
"Langkah tersebut penting untuk meredam dan menghentikan konflik yang terjadi serta mendapatkan solusi konflik yang permanen yang menjamin hak masyarakat di Siak," ungkapnya.
Okto menuturkan, terkait adanya cukong ataupun pemodal yang mengambil keuntungan dari konflik ini harusnya menyentuh aspek pidana dan langsung menyasar individu yang memang terbukti memprovokasi, agar tidak memicu terjadinya kembali konflik fisik yang dapat merugikan semua pihak.
Penelusuran Jikalahari, PT SSL merupakan salah satu dari 20 perusahaan yang terlibat dalam kasus korupsi izin kehutanan yang melibatkan 2 bupati yaitu Azmun Jaafar (Pelalawan) dan Arwin AS (Siak), 3 Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau, serta Gubernur Riau Rusli Zainal.
Ketiganya saat menjabat menerbitkan izin usaha kehutanan serta mengesahkan Rencana Kerja Tahunan (RKT) di atas hutan alam yang tidak sesuai dengan ketentuan.
Selain itu, PT SSL juga beroperasi pada lahan gambut dalam dengan kedalaman gambut lebih dari 4 meter, sekitar 87 persen (17.183 hektare).
"Jikalahari mengusulkan solusi permanen untuk konflik PT SSL dengan masyarakat Kampung Tumang dan Merempan Hulu, agar Bupati Siak dapat merekomendasikan kepada Menteri Kehutanan untuk mencabut izin, karena berkonflik dengan masyarakat, mengelola di atas lahan gambut dalam serta izinnya sejak awal berasal dari praktik korupsi," tegas Okto.
Polda Riau ingatkan Bupati Afni
Sebelumnya, Direskrimum Polda Riau Kombes Pol Asep Darmawan mengingatkan Bupati Siak Afni Zulkifli untuk berhati-hati dalam memperjuangkan kepentingan masyarakat terkait konflik lahan yang berujung pada kerusuhan tersebut.
Kombes Asep menegaskan bahwa tidak semua pihak yang berada di dalam kawasan hutan itu benar-benar berjuang untuk hidup.
"Ada orang yang sekadar mencari nafkah di sana, tapi ada juga yang memperkaya diri sendiri. Ini yang harus dibedakan oleh Pemerintah Kabupaten Siak," terangnya, Senin (23/6/2025).
Terhadap Bupati Siak Afni, Direskrimum menyarankan untuk melakukan verifikasi menyeluruh dilakukan terhadap klaim masyarakat.
Jika memang ada masyarakat lokal yang benar-benar bergantung hidup dari lahan tersebut, pemerintah daerah bisa memperjuangkannya dengan cara yang legal, seperti melalui skema perhutanan sosial.
"Silakan diperjuangkan Bu Bupati, tapi diverifikasi dulu. Jangan sampai yang diperjuangkan itu kelompok cukong, bukan masyarakat miskin. Kalau untuk perhutanan sosial, silakan komunikasikan dengan perusahaan," jelasnya.
Menurut Asep, berdasarkan hasil penyelidikan dan profiling, ditemukan adanya kelompok cukong yang memanfaatkan konflik lahan untuk kepentingan pribadi.
Dia menyampaikan jika kawasan tersebut merupakan kawasan hutan yang secara legal telah diberikan izin pengelolaan kepada PT SSL oleh Kementerian Kehutanan, bukan untuk dijadikan kebun sawit.
"Kami temukan ada yang punya 400 hektare kebun sawit. Bahkan ada bos berinisial A yang menguasai 300 hektare lebih, dan YC yang memiliki 184 hektare. Apa iya ini masyarakat yang butuh untuk makan?" ungkap Asep.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa pihaknya akan menindak tegas para cukong yang memperkaya diri di kawasan hutan dan diduga menjadi dalang aksi anarkis.
"Saya sudah profiling, nanti akan saya tangkap semua. Jangan sampai masyarakat kecil yang jadi korban karena ulah para cukong," tutur Asep.