SuaraRiau.id - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) Bawaslu Rokan Hilir dan Kuantan Singingi (Kuansing).
Dugaan pelanggaran kode etik tersebut menyangkut black campaign, ketidaknetralan penyelenggara pemilu hingga politik uang.
Dewan Pembina Yayasan Peduli Literasi Demokrasi Riau (YPLDR), Ilham Muhammad Yasir mendorong semua pihak speak up (berbicara) ke publik yang mengetahui atau mengalami langsung tindakan tidak terpuji dalam proses pemilu untuk berani bicara ke publik dan melaporkannya secara resmi.
"Saya mengajak siapa pun, baik peserta pemilu, penyelenggara di internal, maupun masyarakat umum, untuk berani speak up," mantan Ketua KPU Riau 2019-2024 menjawab berbagai pertanyaan media, Jumat (17/5/2025).
Baca Juga:Bawaslu Rohil dan Kuansing Disidang Kode Etik, Dugaan Tak Netral hingga Politik Uang
Menurut Ilham, perilaku culas dan tidak berintegritas dari penyelenggara pemilu, apakah itu di KPU atau Bawaslu harus diungkap dan dilaporkan.
Pasca pemilu dan Pilkada 2024, banyak peserta yang bercerita dan mengungkapkan kecurangan-kecurangan yang melibatkan oknum penyelenggara langsung kepadanya.
Ilham mengapresiasi dan menyarankan terlebih dulu pengumpulan bukti-bukti formiil dan materiil untuk sebelum lebih lanjut mengambil langkah pelaporan.
Ia menegaskan, bahwa ruang pelaporan terhadap dugaan pelanggaran etik sangat terbuka, terutama melalui DKPP.
Ilham memberikan tips celah bahwa DKPP tidak mengenal batas waktu dalam menangani pelanggaran etik (kadaluwarsa), selama yang bersangkutan masih berstatus sebagai penyelenggara tindakan culasnya selama menjadi penyelenggara bisa dilaporkan di DKPP.
Baca Juga:Bawaslu Setop Dugaan Money Politic PSU Siak, Eks Ketua KPU: Harus Diungkap Sejelas-jelasnya!
"Jejak ‘dosa-dosa’ masa lalu dari para penyelenggara bisa dan sah untuk diadili etiknya di DKPP. Tidak ada alasan untuk diam. Integritas pemilu adalah milik bersama dan harus dijaga oleh semua elemen," tegasnya.
Sebagai orang yang pernah dua kali menjadi anggota Tim Pemeriksa Daerah (TPD) DKPP, Ilham menyatakan kesiapannya untuk terlibat langsung dalam upaya pengungkapan kasus-kasus dugaan pelanggaran etik oleh penyelenggara pemilu.
"Saya siap membantu dan mendampingi siapa pun yang ingin melaporkan dugaan pelanggaran etik. Termasuk dalam proses penyusunan dokumen laporan ke DKPP. Ini bagian dari tanggung jawab moral kita sebagai warga negara yang peduli terhadap kualitas demokrasi," tegasnya.
Ilham pun mengapresiasi langkah-langkah yang telah diambil oleh koleganya di KPU Riau Firdaus 2019 - 2024, yang melaporkan pelanggaran etik yang dilakukan Ketua dan anggota Bawaslu Kuantan Singingi.
Menurut Ilham, tindakan seperti itu adalah contoh keberanian moral yang layak diteladani.
"Keberanian seperti itu sangat penting. Demokrasi kita tidak akan sehat jika kita membiarkan penyelenggara yang melanggar tetap duduk dan menjalankan tugasnya seolah tidak pernah ada persoalan," ungkapnya.
Diketahui, DKPP menggelar sidang pemeriksaan untuk dua perkara dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) di Kantor KPU Riau, Pekanbaru pada 14-15 Mei 2025.
Dua perkara tersebut adalah perkara Nomor 57-PKE-DKPP/I/2025 dan 286-PKE-DKPP/XI/2024.
Perkara pertama Nomor 57-PKE-DKPP/I/2025, Pengadu mengadukan Ketua Bawaslu Kabupaten Rokan Hilir, Zubaidah, beserta 4 anggotanya, yaitu Jaka Abdillah, Nasrudin, Nurmaidani, dan Dedi Saptura Sibuea.
Para teradu didalilkan telah bersikap tidak adil dan tidak netral dalam penanganan pelaporan tentang dugaan fitnah atau black campaign yang dilakukan oleh Calon Wakil Bupati Rokan Hilir nomor urut 2.
Salah satu tindakan para teradu adalah membatalkan proses pemeriksaan salah satu saksi ahli.
Sebagai pengadu adalah Suryadi yang memberikan kuasa kepada Muhammad Salim dan Zulkifli.
Sedangkan, perkara kedua yakni Nomor 286-PKE-DKPP/XI/2024 sebagai pengadu dalam perkara ini adalah Firdaus.
Firdaus mengadukan delapan penyelenggara pemilu Kabupaten Kuansing.
Tiga di antaranya adalah Ketua Bawaslu Kuansing, Mardius Adi Saputra, beserta dua anggotanya, yaitu Ade Indra Sakti dan Nur Afni.
Sedangkan lima lainnya adalah penyelenggara Pemilu tingkat ad hoc di Kuansing, yaitu Yudi Hendra (Ketua Panwascam Kuantan Mudik), Rain Novri Maryam (Anggota Panwascam Kuantan Mudik), Abdi Muslihan (Anggota Panwascam Kuantan Mudik), Ulil Amri (Anggota Panwascam Gunung Toar), dan Mawardi Irawan (Anggota PPK Pucuk Rantan).
Firdaus mendalilkan ketua dan anggota Bawaslu Kuansing tidak profesional dalam menindaklanjuti laporan terkait dugaan penggunaan fasilitas negara (rapat pemerintah daerah) oleh Bupati Kuansing untuk mengenalkan bakal calon wakil bupati.
Menurut Firdaus, saksi ahli yang diperiksa dalam penanganan laporan tersebut merupakan saudara kandung dari Ade Indra Sakti.
Selain itu, Firdaus selaku pengadu juga mendalilkan pada teradu terlibat dalam praktik politik uang karena diduga menerima uang dari beberapa Caleg DPRD Kuansing.