SuaraRiau.id - Keberadaan pinjaman online (pinjol) dan judi online makin marak di Riau dan menyasar mahasiswa yang membuat masa depan mereka terancam hancur.
Terkait itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Riau menggiatkan pembekalan literasi keuangan di kampus-kampus atau perguruan tinggi di Riau.
Ketua Lembaga Riau Research Center (R2C), Adlin Sambuaga menyampaikan bahwa program tersebut untuk menyadarkan mahasiswa jangan sampai menjadi korban pinjol.
"Karena itu untuk menghindari jumlah mahasiswa menjadi korban pinjol maka literasi keuangan harus mereka pahami," ujar Adlin Sambuaga dikutip dari Antara, Senin (13/11/2023).
Kebijakan OJK dalam menggiatkan literasi keuangan kepada mahasiswa berdasarkan jajak pendapat yang dilakukan oleh Lembaga R2C dengan melibatkan 974 responden mahasiswa Universitas Riau (Unri), Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim (UIN Suska) Riau, Politeknik Caltex Riau (PCR) dan Universitas Islam Riau (UIR).
Dari 974 responden yang terlibat, katanya menyebutkan 92 persen mengungkapkan bahwa biaya kuliah mereka sepenuhnya ditanggung oleh orangtua atau keluarga. Survei menunjukkan bahwa beban hidup di Pekanbaru semakin berat dengan harga barang-barang naik.
"Sebanyak 52 persen responden menyatakan telah melihat teman akrab terjerumus dalam judi online, sementara 22 persen mengetahui ada yang terjerat pinjaman online. Kedua perilaku ini dianggap destruktif dan mengancam masa depan anak muda,” kata Adlin Sambuaga.
Plt OJK Riau, Endang Nuryadin mengatakan OJK Riau menekankan penting pemilihan pinjaman online yang legal. Kalau memang mengharuskan untuk melakukan pinjaman online sebaiknya mengambil produk yang legal.
Meskipun pinjol dapat menjadi solusi finansial, katanya lagi, OJK menyoroti risiko penggunaan pinjol ilegal.
"Paling mudah sebelum memutuskan untuk menggunakan Pinjol sebaiknya konfirmasi ke OJK, silahkan tanya mana pinjol yang legal dan ilegal. Cara paling gampang itu, pastikan dulu ke OJK," katanya.
Ia mengatakan, OJK Riau telah menangani masalah judi online dengan menutup sejumlah rekening terlibat dalam kegiatan tersebut. Meskipun demikian, mereka mengakui adanya celah yang memungkinkan aktivitas tersebut kembali muncul.
"Ini juga sangat berkaitan erat dengan pemahaman mahasiswa," tegas Endang. (Antara)