SuaraRiau.id - Polda Kepulauan Riau (Kepri) berhasil membongkar mafia tanah dengan menangkap 19 tersangka terkait pemalsuan surat tanah di Bintan.
Kasus mafia tanah seluas 48 hektare di wilayah tersebut diketahui melibatkan perangkat desa serta pengurus RT dan RW.
“Satgas Mafia Tanah Provinsi Kepri berhasil mengungkap dugaan tindak pidana pemalsuan surat tanah seluas 48 hektare,” ujar Kabid Humas Polda Kepri Kombes Polisi Harry Goldenhardt dikutip dari Antara, Rabu (25/5/2022).
Pengungkapan ini menindaklanjuti dari enam laporan polisi dengan waktu kejadian pada tahun 2013 sampai dengan 2018 di Desa Bintan Buyu, Bintan.
“Ada 19 tersangka yang kami amankan dengan peran masing-masing seperti inisiator pembuat surat palsu berinisial AK, SD, dan MA, selanjutnya yang membuat pendaftaran tanah secara sporadik dan Surat Keterangan Pengoperan Penguasaan atas Tanah (SKPPT) berinisial KN, KM, MA, SP, RR, dan IH,” ucap Harry.
Lalu ada juga yang berperan sebagai pengguna surat palsu berinisial MN, RM, JM, AD, MR, MN, IR, RS, IK, serta HE yang ikut membantu melakukan dalam mengetik dan mencetak surat pendaftaran tanah sporadik dan SKPPT serta sebagai juru ukur.
“Para pelaku tersebut ada yang bertindak sebagai inisiator membuat surat sporadik bersama-sama aparat desa dengan menggunakan nama orang lain,” ucapnya.
Mereka mencari keuntungan dengan cara menjual tanah sporadik kepada perusahaan di Bintan. Pelaku mengambil keuntungan kurang lebih Rp500.000.000.
Kasat Reskrim Polres Bintan Iptu Ardiyaniki menambahkan tiga inisiator ini merencanakan dan bekerja sama dengan oknum perangkat desa, seperti mantan kepala desa, oknum pengurus RT dan dan RW.
“Oknum ini bertugas menerbitkan surat sporadik dan SKPPT dengan menggunakan nama sembilan warga untuk kemudian dijual kepada salah satu perusahaan. Adapun total kerugian dari pihak perusahaan sebesar Rp1,5 miliar,” kata Ardiyaniki.
Barang bukti yang berhasil diamankan adalah satu lembar peta titik bidang tanah 21 hektare, satu lembar fotokopi peta titik bidang tanah 48 hektar, satu buah mesin ketik, 25 surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah atau sporadik, 32 surat SKPPT, satu lembar surat grand bertuliskan Arab Melayu, selembar surat pernyataan kelompok bekapur, bukti surat perjanjian jual beli 25 surat sporadik dan 32 SKPPT, serta kuitansi jual beli.
Pelaku dijerat Pasal 263 ayat (1) dan (2) KUHP dengan ancaman 6 tahun penjara, kemudian Pasal 55 ayat ke-1 KUHP, Pasal 385 ayat (1) KUHP diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun, dan jo pasal 65 KUHP. (Antara)