Gubernur Sumbar Ikut Ritual Kendi IKN Jadi Polemik, Muhammadiyah Buka Suara

Kehadiran Mahyeldi menimbulkan berbagai pro dan kontra di provinsi itu.

Eko Faizin
Jum'at, 18 Maret 2022 | 18:05 WIB
Gubernur Sumbar Ikut Ritual Kendi IKN Jadi Polemik, Muhammadiyah Buka Suara
Presiden Joko Widodo atau Jokowi pimpin prosesi Kendi Nusantara di Titik Nol Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Senin (14/3/2022). (YouTube Sekretariat Presiden)

SuaraRiau.id - Gubernur Sumatera Barat (Sumbar) Mahyeldi Ansharullah hadir dalam ritual kendi di di titik nol Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Senin (14/3/2022).

Gubernur Sumbar Mahyeldi Ansharullah hadir bersama kepala daerah lain se-Indonesia. Ia membawa air dan tanah dari Sumbar di IKN Nusantara.

Kehadiran Mahyeldi menimbulkan berbagai pro dan kontra di provinsi itu. Ketua Majelis Ulama setempat berkomentar keras, jika yang dilakukan Gubernur dari PKS itu menyalahi akidah sebagai seorang Muslim.

Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumbar, Shofwan Karim bersuara menanggapi polemik tersebut. Ia mengajak semua pihak untuk tenang dulu.

Shofwan Karim berharap polemik tersebut sediktit reda.

Sementara, Shofwan mengungkapkan masih memperlajari masalah ritual kendi nusantara tersebut.

“Saya masih mempelajarinya,” ungkapnya kepada Covesia.com--jaringan Suara.com, Kamis (17/3/2022).

Dia juga masih mempertanyakan, apakah istilah "ritual" berasal dari istana atau dibuat oleh media.

Jika melihat istilah, katanya, ritual dapat diartikan sebagai upacara yang berkaitan dengan kegiatan keagamaan.

Begitu juga dalam kamus "Webster" juga dikaitkan dengan keagamaan atau ibadah.

Secara akademik, lanjutnya, ritual memang berkaitan secara keagaaman.

"Kalau tidak menyangkut ke agama, itu seremoni," imbuhnya.

Dia masih menyatakan masih ragu apakah yang dikatakan "ritual" dalam kontek acara IKN tersebut menyangkut ke ranah ibadah agama atau hanya prosesi semata.

Sementara, dia berpendapat, istilah ritual bukan sekaitan ibadah agama semata, melainkan juga bisa dalam berbagai hal, misalnya prosesi ritual pernikahan.

"Ritual ibadah dalam acara pernikahan hanya ijab kabul. Namun, saat ini semua prosesi yang lain, orang menyebutnya ritualistik bahkan untuk kenduri atau pestanya pun sekarang dikatakan ritual," ulasnya.

Dalam menyikapi polemik yang terjadi antara Ketua MUI dan Gubernur Sumbar tersebut, Shofwan Karim meminta jangan ada tindakan saling menjelekkan dan menyangkutpautkan kepada urusan pribadi.

"Polemik ini harus diselesaikan dengan kepala dingin, bermusyawarah, jangan sampai kafir-mengkafirkan, syirik-mengsyirikan. Apabila ingin dibuat forum untuk berdebat."

"Sebentar lagi mau memasuki bulan Ramadan, mari buat acara misalnya, buka bersama ulama atau tokoh ulama, acara buka bersama cendikiawan, kan bisa di sana kita saling bertukar pikiran,” katanya.

Pada dasarnya, ia mengaku tidak memihak siapapun dalam masalah tersebut. Dia juga tidak ingin masuk terlalu dalam karena semuanya masih belum kondusif.

"Agar tidak memperkeruh suasana. Semua ini hanya masalah penafsiran saja." jelasnya.

“Yang jelas mari kita 'cooling down' dulu, duduk bersama bermusyawarah dengan kepala dingin, jangan terlalu banyak prinsip, kalau terlalu banyak prinsip yang masuk ini bukan masalah agama lagi namun masalah komunikasi,” imbuh Shofwan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini