SuaraRiau.id - Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun melaporkan dua putra Presiden Joko Widodo ke ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kepala Staf Kepresidenan (KSP), Moeldoko ikut menanggapi pelaporan Gibran Rakabuming dan Kaesang Pangarep ke KPK.
Menurut Moeldoko, tindakan tersebut terlalu buru-buru dan tak melalui pertimbangan matang.
Ia menilai, masyarakat Indonesia rata-rata memandang anak pejabat dengan tatapan penuh kedengkian.
Itulah mengapa, mereka tak bisa menerima kenyataan, bahwa ada banyak anak pejabat di Tanah Air yang hidup sukses dan menghasilkan banyak uang.
“Jangan mudah sekali memberikan judgement bahwa seolah-olah anak pejabat (presiden) itu negatif. Anak pejabat itu gak boleh kaya, anak pejabat itu gak boleh berusaha. Ini gimana, sih?” jelas Moeldoko dikutip Hops.id--jaringan Suara.com, Selasa (11/1/2022).
Lebih lanjut, ia pun berpendapat bahwa selagi usaha anak pejabat tersebut baik-baik saja, maka hal itu harusnya bisa diterima. Sehingga, dia meminta masyarakat memberikan kesempatan kepada mereka.
“Jadi beri kesempatan. Semua orang memiliki kesempatan untuk mengembangkan dirinya dengan baik. Jangan orang lain gak bisa bertumbuh, gak boleh bertumbuh. Gimana sih negara ini?” tegas Moeldoko.
Sebelumnya diketahui, Gibran dan Kaesang dilaporkan ke KPK oleh Dosen UNJ, Ubedilah Badrun, atas dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Ubedilah menjelaskan, laporan ini berawal pada 2015 ketika sebuah perusahaan bernama PT SM menjadi tersangka pembakaran hutan, dan sudah dituntut Kementerian Lingkungan Hidup (LHK) sebesar Rp 7,9 triliun.
"Itu terjadi pada Februari 2019, setelah anak presiden membuat perusahaan gabungan dengan anak petinggi perusahaan PT SM," ungkap Ubed.
Ubedilah menyatakan, mustahil perusahaan baru mendapat suntikan dana penyertaan modal dari perusahaan ventura yang juga berjejaring dengan PT SM. Dia mengatakan ada dua kali kucuran dana dalam waktu dekat.
"Angkanya kurang lebih Rp99,3 miliar dalam waktu yang dekat. Dan setelah itu kemudian anak presiden membeli saham di sebuah perusahaan yang angkanya juga cukup fantastis Rp92 miliar,” kata Ubedilah.
“Itu bagi kami tanda tanya besar, apakah seorang anak muda yang baru mendirikan perusahaan dengan mudah mendapatkan penyertaan modal dengan angka yang cukup fantastis, kalau dia bukan anak presiden," sambung mantan aktivis 98 itu.