SuaraRiau.id - Kasus perundungan dan dugaan pelecehan seksual kepada pegawai Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) oleh rekan kantor menjadi perhatian publik.
Pengacara ternama Hotman Paris Hutapea pun ikut menyoroti permasalahan itu. Ia bahkan menegur KPI, Agung Siprio.
Hotman Paris menyinggung Ketua KPI lantaran dinilai diskriminatif kepada korban perundungan dan pelecehan.
Ia menganggap bahwa KPI memperlakukan korban perundungan, MS dengan terlapor berbeda saat menggelar pertemuan. MS tidak didampingi oleh pengacaranya.
“Saya dengar pengacara korban kasus perundungan di KPI mengeluh, katanya ada pertemuan di KPI yang dihadiri si korban MS tapi tak didampingi pengacaranya. Pertemuan itu juga dihadiri terlapor tapi dengan pengacara dan pejabat KPI. Kok bisa?” kata Hotman di Instagramnya dikutip dari Hops.id--jaringan Suara.com, Sabtu (11/9/2021).
Ia juga mengingatkan Ketua KPI supaya jangan main-main dengan kasus pelecehan ini. Sebab kasus ini sudah jadi perhatian masyarakat luas.
“Maaf pak ketua KPI, ini bukan kasus individu MS, ini dugaan kasus perundungan sudah jadi kasus menasional, menjadi simbolik tentang berbagai kasus tersembunyi di masyarakat dan lembaga pemerintah, dan simbolik juga cara tangani. Ada warga yang ngaku sebagai korban cari keadilan,” terang Hotman.
Ia mengingikan supaya KPI pun mesti bagus merespons dan menindaklanjuti kasus MS Ini. KPI harusnya tidak diskriminatif.
Menurut Hotman, kalau membedakan perlakuan, dikhawatirkan nantinya MS akan takut dan kasus pelecehan dan perundungan ini tidak menjadi contoh penyelesaian keadilan yang bagus.
“Harus lebih elegan, harusnya Ketua KPI hadirkan pengacara si korban. Begitu toh yang saya khawatirkan nanti si korban ini cabut aduan hanya karena dia takut kehilangan pekerjaan. Dan apabila itu terjadi maka perjuangan mencari keadilan yang merupakan simbolik contoh menjadi runtuh. Tolong KPI Ketua KPI libatkan pengacara dari si korban,” tegas Hotman.
Perundungan dan pelecehan seksual yang dialami MS selama bertahun-tahun itu berdampak parah pada psikisnya. Korban mengalami berbagai hal tidak nyaman karena perundungan itu.
Tak hanya itu, MS juga mengalami stres dan trauma berkepanjangan yang sangat berpengaruh terhadap kehidupannya.
“Pelecehan seksual dan perundungan tersebut mengubah pola mental, menjadikan saya stres dan merasa hina, saya trauma berat, tapi mau tak mau harus bertahan demi mencari nafkah,” tulisnya.
“Kadang di tengah malam, saya teriak-teriak sendiri seperti orang gila. Penelanjangan dan pelecehan itu begitu membekas, diriku tak sama lagi usai kejadian itu, rasanya saya tidak ada harganya lagi sebagai manusia, sebagai pria, sebagai suami, sebagai kepala rumah tangga. Mereka berhasil meruntuhkan kepercayaan diri saya sebagai manusia,” lanjut MS.
Perundungan yang menyebabkan stres dan frustrasi itu membuat MS jadi sering jatuh sakit. Dia menuturkan, keluarganya bersedih lantaran dia sering menggebrak meja tanpa alasan dan berteriak tanpa sebab. Emosi yang tidak stabil kemudian menyebabkan MS merasakan sakit pada bagian perutnya. Dia mengalami penurunan fungsi tubuh dan gangguan kesehatan.
MS sendiri sempat membuat laporan ke Polsek Gambir. Namun laporan tak digubris dan polisi menyarankan agar masalah tersebut diselesaikan secara internal KPI saja. Akhirnya, ia pun mengadu ke atasannya di KPI. Namun, itu hanya membuat perundungan lebih parah.
Dia dianggap lemah dan tukang ngadu. Meski sudah mengadu ke atasannya, MS mengatakan dia hanya dipindahkan saja ke ruangan lain, sementara para pelaku tidak ada yang disanksi.