"Mau menangis rasanya. Begitu juga yang dirasakan dengan teman-teman lainnya, termasuk penjual souvenir di depan Istana ini," kata Hasyim.
Sampai saat ini, sambung Hasyim sambil duduk diatas odong-odongnya, belum ada ia dan rekan-rekannya mendapat bantuan dari pemerintah.
Terkait bantuan, sambung Hasyim, dirinya sama sekali tidak berharap. Ibunya sejak kecil sudah mengajarkan untuk tidak berharap sama orang.
“Meminta kepada Tuhan, bekerja dan berdoa,” sebut Hasyim.
Kondisi itu tidak hanya dialami Hasyim, hal serupa juga dirasakan oleh Jhon (35) seorang juru parkir depan Istana Siak.
“Kami parkir resmi, kendaraan roda dua Rp 2.000, sebutnya sambil menunjukkan karcis parkir. Tapi sejak tempat wisata tutup, pendapatan kami menurun drastis,” ungkapnya.
Kata Jhon, untuk mencari Rp 20 ribu dalam sehari sudah sangat sulit. Kondisi itu sudah sejak bulan ramadhan beberapa waktu lalu dialaminya dan kelurganya.
Jhon juga memiliki seorang anak berusia 1,5 tahun. Namun, berbeda dengan Hasyim, Jhon sangat membutuhkan bantuan dari pemerintah. Pasalnya pendapatan sehari-harinya sangat tidak mencukupi biaya hidup.
" Belum makan bang, susu anak, kontrakan, listrik dan lain-lain. Sementara sehari cari Rp 20 ribu saja sudah susah sekali. Mau nangis rasanya bang," kata dia.
Jika kondisi parkir sepi, sesekali Jhon mengisi waktunya dengan memancing. Berharap dapat ikan agar bisa menjadi lauk yang bergizi untuk sematawayangnya.