SuaraRiau.id - Pasal penghinaan presiden masuk dalam draf Rancangan KUHP yang masih dibahas panjang di parlemen. Dimasukkannya pasal itu dalam RKUHP mengundang pro dan kontra dari sejumlah kalangan.
Dalam pasal hina presiden, ancaman pidana penjara 4,5 tahun untuk para pelaku. Sedangkan ada ancaman pidana 2 tahun bui bagi yang hina DPR.
Kantor Staf Presiden (KSP) sudah menegaskan pasal itu berlaku untuk penghinaan pada presiden. Beda dengan kritik. KSP memastikan masyarakat jangan khawatir kritik pada presiden itu akan dipidana.
Sepanjang kritik ke presiden itu untuk evaluasi, perbaikan, masukan dan untuk kebaikan, maka nggak perlu khawatir kritik akan berbuah jadi pidana penjara.
Terkait itu, seorang tokoh Nahdlatul Ulama (NU) melalui akun Twitternya mengingatkan orang Istana soal efek karma pasal hina presiden.
Akun Nadirsyah Hosen atau Gus Nadir ikut merespons sikap KSP tersebut. Ia membalas komentar KSP itu agar hati-hati dengan karma. Jangan sampai rezim saat ini yang buat pasal hina presiden tapi nanti malah kena getahnya.
“Aduuhh Mas Bro…sadar gak sih, nanti kalau roda kekuasaan berputar, pasal penghinaan itu bisa dikenakan pada kalian yang sekarang asyik duduk di kursi empuk. Kekuasaan itu gak selamanya. Ada gilirannya. Jgn sampai kalian skr yg buat itu pasal, kalian jg yg mencicipinya kelak,” kata akun Gus Nadir dikutip dari Hops.id--jaringan Suara.com, Rabu (9/6/2021).
Ia berandai bagaimana kalau nanti kekuasaan bergiliran, sekarang yang oposisi nanti menjadi penguasa dan sebaliknya, apakah akan tetap konsisten sikapnya dengan pasal hina presiden itu.
Lebih detail lagi, akun ini bertanya juga bila nanti presiden berikutnya itu tetap akan nyaman dengan pasal hina presiden itu diberlakukan untuk pendukungnya.
“Apa Presiden berikutnya tidak akan tergoda memakai pasal penghinaan tsb kalau kelak para buzzeRp berganti jadi BuzzerOposisiRp? Ayooo mikir lagi yg lebih keras. Jangan cuma mikir itu pasal hanya berlaku di periode Jokowi saja. Senjata makan tuan nanti hehhehe,” tulis akun itu.
Akun tokoh NU ini menilai pasal penghinaan itu biasanya jadi pasal karet. Tafsirnya sesuai selera penguasa atau kelompok yang kuat gitu.
Makanya yang diuntungkan dengan adanya pasal penghinaan sejatinya adalah yang kuat biasanya gitu.
“Pasal penghinaan biasanya pasal karet, baik penghinaan thd agama atau thd pejabat/institusi negara. Multi-tafsir. Bisa ditarik kesana kemari, sesuai penafsiran mayoritas, dan mereka yg berkuasa. Mungkin komposisi mayoritas-minoritas sulit bergeser, tapi kekuasaan jelas berputar,” jelasnya.
Diketahui, draf RUU KUHP Bab IX belakangan menjadi sorotan. Dalam bab tersebut mengatur soal tindak pidana terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara.
Nah dalam pasal 354 tertulis pada draf, setiap orang yang menghina lembaga negara melalui gambar, tulisan serta rekaman melalui sarana teknologi akan terancam hukuman penjara 2 tahun.
Sedangkan pasal sebelumnya, pasal 353 mengatur penghinaan pada lembaga denga sarana bukan teknologi atau media sosial juga tetap diancam hukuan tapi lebih ringan.
Detail pasal 354 yang dimaksud begini ya:
“Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar atau memperdengarkan rekaman, atau menyebarluaskan melalui sarana teknologi informasi yang berisi penghinaan terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara, dengan maksud agar isi penghinaan tersebut diketahui atau lebih diketahui oleh umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III,” bunyi pasal itu.
Dalam pengecekan aktivis, ternyata ada juga draft pasal ancaman bagi penghina Presiden dan Wakil Presiden. Ancaman itu ada pada pasal 219 Bab II RUU KUHP tersebut.
Pasal 219 tertulis begini:
“Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.”
Untuk informasi, Mahkamah Konstitusi (MK) dulu telah memutuskan penghinaan pada Presiden tidak dikenai pidana. Keputusan MK ini terjadi pada 2006 dan 2007.
Jadi MK mencabut ketentuan pasal Pasal 134, 136 bis, 137 dan Pasal 154-155 KUHP tentang penghinaan presiden dan pemerintah melalui putusan MK No. 013-022/PUU-IV/2006 dan putusan MK No. 6/PUU-V/2007, masyarakat dapat menghina presiden atau pemerintah tanpa dipidana.