SuaraRiau.id - Kasus tenaga kesehatan (nakes) yang jadi tersangka karena memandikan jenazah perempuan Covid-19 dihentikan. Kejaksaan Negeri (Kejari) Pematangsiantar telah menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2).
Kepala Kejari Pematangsiantar Agustinus Wijono Dososeputro mengumumkan penghentian kasus ini.
Kajari menegaskan penghentian kasus ini murni berdasarkan pertimbangan hukum, bukan karena desakan atau intervensi dari pihak manapun.
Penghentian kasus nakes itu membuat Denny Siregar gembira. Menurutnya, perjuangan dia mendorong agar kasus ini dihentikan akhirnya tercapai.
Denny Siregar senang dan menyambut positif langkah Kejari Pematangsiantar menghentikan kasus 4 nakes memandikan jenazah ini
Dengan nada menyindir, Denny pun merasa gerakannya di media sosial berhasil dengan penghentian kasus ini.
“Inilah kenapa saya bangga jadi buzzer. Kasus nakes di Pematang Siantar akhirnya dihentikan Kejaksaan. Mereka main demo2an, kita mainkan kekuatan media sosial..,” tulis Denny berkicau di Twitter dikutip dari Hops.id--jaringan Suara.com, Kamis (25/2/2021).
Denny termasuk salah satu inisiator petisi daring Change.org yang meminta penghentian kasus 4 nakes tersebut.
Jadi menurut petisi daring Change.org, kasus keempat petugas medis itu bermula saat penanganan jenazah Zakiah (50), pasien suspek Covid-19 yang meninggal dunia pada Minggu 20 September 2020 di RSUD Djasamen Saragih.
Jenazah wanita asal Serbelawan, Kecamatan Dolok Batu Nanggar, Kabupaten Simalungun, itu dimandikan empat orang petugas forensik RSUD Djasamen Saragih. Mereka berjenis kelamin laki-laki, dua di antaranya berstatus sebagai perawat.
Sang suami melaporkan kasus itu ke polisi dengan tuduhan penistaan agama. Padahal sebelumnya dia menyatakan setuju dengan proses itu. Klausul penistaan agama itu muncul karena fatwa dari pengurus MUI Pematangsiantar. Sekarang kasus ini sudah masuk proses persidangan.
Narasi empat tenaga medis menistakan agama berdasarkan dari keterangan ahli MUI Pematangsiantar.
Berkaitan dengan hal ini, ternyata MUI Pusat sudah mengeluarkan pedoman dan fatwa pengurusan jenazah pasien Covid-19.
Dalam ketentuan untuk bab memandikan jenazah, memang ada keharusan agar yang memandikan adalah yang muhrim dan sejenis. Namun ada poin, dalam hal darurat, jenazah bisa dimandikan lawan jenis dengan sejumlah syarat ketat.
Ada ketentuan, jenazah pasien Covid-19 tidak perlu dimandikan jika memenuhi syarat kedaruratan dari pakar kesehatan.
Berikut ketentuan memandikan jenazah pasien Covid-19 sesuai Fatwa MUI nomor 18 tahun 2020 tentang Pedoman Pengurusan Jenazah. Pedoman memandikan jenazah yang terpapar Covid-19 dilakukan sebagai berikut:
- Jenazah dimandikan tanpa harus dibuka pakaiannya
- Petugas wajib berjenis kelamin yang sama dengan jenazah yang dimandikan dan dikafani;
- Jika petugas yang memandikan tidak ada yang berjenis kelamin sama, maka dimandikan oleh petugas yang ada, dengan syarat jenazah dimandikan tetap memakai pakaian. Jika tidak, maka ditayamumkan;
- Petugas membersihkan najis (jika ada) sebelum memandikan;
- Petugas memandikan jenazah dengan cara mengucurkan air secara merata ke seluruh tubuh;
- Jika atas pertimbangan ahli yang terpercaya bahwa jenazah tidak mungkin dimandikan, maka dapat diganti dengan tayamum sesuai ketentuan syariah, yaitu dengan cara: (a). Mengusap wajah dan kedua tangan jenazah (minimal sampai pergelangan) dengan debu. (b) Untuk kepentingan perlindungan diri pada saat mengusap, petugas tetap menggunakan APD.
- Jika menurut pendapat ahli yang terpercaya bahwa memandikan atau menayamumkan tidak mungkin dilakukan karena membahayakan petugas, maka berdasarkan ketentuan darurat syar’iyyah, jenazah tidak dimandikan atau ditayamumkan.