Momen 21 Januari 1761: Tonggak Awal Perjuangan Sultan Siak III

Diceritakan perseteruan dua orang anak Raja Kecil tersebab berebut kebesaran negeri yang dibangun oleh ayahnya Raja Kecil Siak.

Eko Faizin
Kamis, 21 Januari 2021 | 17:12 WIB
Momen 21 Januari 1761: Tonggak Awal Perjuangan Sultan Siak III
Tangkapan Layar dari Atlas Murtual Heritage, Kaart Van Een Expeditie Op de River Van Siak, Sumatera 1761. Tergambar kapal- kapal Ekpedisi sudah Berlabuh di Pulau Guntung. Peta tersebut dilukis oleh Vries, Jan Andriesz Seorang Ahli Landmeter Belanda yang ikut dalam ekspedisi tersebut. [Istimewa]

SuaraRiau.id - Wafatnya Sultan Abdul Jalil Muhammad Musyafar Syah atau yang lebih dikenal dengan Tengku Buwang atau Raja Buwang (Sultan Siak ke-II), merupakan isyarat akan terjadinya keguncangan di Siak.

Dikutip dari buku Belanda di Johor dan Siak 1602-1865 terjemahan Wan Ghalib bahwa Raja Buwang dan pengikutnya membunuh 65 orang Belanda di Pulau Guntung Muara Siak pada tanggal 6 November 1759.

Sedangkan, Raja Buwang wafat setahun kemudian setelah peristiwa Guntung yaitu pada 23 November 1760 di Sungai Mempura Siak dan bergelar Marhum Mempura.

Diceritakan perseteruan dua orang anak Raja Kecil tersebab berebut kebesaran negeri yang dibangun oleh ayahnya Raja Kecil Siak.

Hal itu dimanfaatkan oleh Belanda dengan politik adu dombanya guna membalas dendam atas peristiwa penyerangan di Pulau Guntung.

Raja Alam yang tersingkir dari Siak dan menetap di Batu Bara berkali-kali diundang oleh Belanda agar mau bekerjasama menaklukkan Kerajaan Siak, namun ia baru datang memenuhi undangan kehadapan Gubernur Belanda David Boeloen di Melaka pada bulan Desember 1760.

Pertemuan tersebut, Belanda berjanji akan mendudukkan Raja Alam sebagai Raja Siak menggantikan adiknya Raja Buwang yang telah wafat.

Belanda mengakui peristiwa Guntung, mereka tidak mungkin dapat melakukan penyerangan ke Siak tanpa bantuan teman serikat orang Melayu. Raja Alam datang dari Batu Bara ke Melaka dengan sepuluh kapal besar, delapan kapal kecil dengan awak sebanyak 255 orang.

Sementara di Siak, tahta Siak III digantikan oleh Putra Raja Buwang yaitu Raja Ismail atau Sultan Ismail Abdul Jalil Jalaluddin yang baru berusia sekitar 19 tahun.

Dalam usia yang masih sangat muda menjadi raja Siak, beliau harus menanggung segala konsekuensi sebab akibat atas penyerangan Benteng Pulau Guntung muara siak.

Penunjukannya sebagai Raja Siak sempat dipersengketakan oleh anak Raja Alam yang merupakan sepupunya sekaligus iparnya yaitu Tengku Muhammad Ali (Muhammad Ali kemudian menjadi Sultan Siak ke V).

Muhammad Ali bertindak atas nama ayahnya Raja Alam, dengan menyatakan bahwa sangat adil jika sekarang putra Raja Buwang mengabdi kepada Raja Alam, karena selama ini putra Raja Alam telah pula mengabdi kepada Raja Buwang.

Dengan adanya sengketa antara putra Tengku Buwang dan putra Raja Alam mendatangkan keuntungan bagi Belanda untuk dapat melemahkan sikap menentang dari Kerajaan Siak.

Segala sesuatunya telah pula dipersiapkan Belanda awal tahun 1761 untuk melakukan ekspedisi penyerangan ke Siak bersama angkatan perang Raja Alam dan sekutunya Raja Asahan.

Sehingga, pada 21 Januari 1761 dibuat suatu instruksi oleh Gubernur David Boeloen dan dewan Belanda di Melaka.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini