SuaraRiau.id - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengatakan tidak semua awan Cumulonimbus (CB) bisa menyebabkan puting beliung.
Menurut Koordinator Bidang Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG Hary Tirto Djatmiko menjelaskan ada kondisi tertentu seperti ketika kondisi labilitas atmosfer melebihi ambang batas.
"Ada kondisi tertentu seperti ketika kondisi labilitas atmosfer yang melebihi ambang batas tertentu mengindikasikan udara sangat tidak stabil," kata dia dikutip dari Antara, Rabu (20/1/2021).
Sebelumnya, fenomena angin langkisau atau puting beliung yang berada di atas permukaan air atau water spout (corong air) terjadi di Waduk Gajah Mungkur Wonogiri pada Rabu (20/1/2021) sore pukul 16.00 WIB.
Water spout yang terjadi terhubung dengan sejumlah awan, seperti Cumulus Vongestus, Cumuliform dan, Cumulonimbus.
Puting beliung merupakan fenomena angin kencang yang bentuknya berputar menyerupai belalai dan keluar dari awan CB serta terjadi di daratan. Jika terjadi di perairan dinamakan water spout.
Ia menjelaskan hujan lebat disertai kilat atau petir dan puting beliung berdurasi singkat lebih banyak terjadi pada masa transisi (pancaroba).
Baik dari musim kemarau ke musim hujan atau sebaliknya. Kemudian memungkinkan juga terjadi di musim hujan dengan kondisi cuaca seperti di masa peralihan musim.
"Indikasi terjadinya hujan lebat disertai kilat dan petir serta angin kencang berdurasi singkat," katanya.
Satu hari sebelum terjadinya puting beliung udara pada malam hari hingga pagi terasa panas dan gerah.
Hal itu akibat adanya radiasi matahari yang cukup kuat ditunjukkan oleh nilai perbedaan suhu udara antara pukul 10.00 dan 07.00 dengan suhu lebih dari 4,5 derajat celsius.
Pada saat bersamaan juga ditandai dengan kelembaban yang cukup tinggi dengan nilai kelembaban udara di lapisan 700 milibar (mb) lebih dari 60 persen.
Selanjutnya mulai pukul 10.00 pagi terlihat tumbuh awan Cumulus atau awan putih berlapis-lapis. Di antara awan tersebut terdapat satu jenis awan yang mempunyai batas tepi dan berwarna abu-abu menjulang tinggi seperti bunga kol.
Setelah itu, awan tersebut akan cepat berubah warna menjadi abu-abu atau hitam yang dikenal dengan awan Cumulonimbus.
"Biasanya hujan yang pertama kali turun adalah hujan deras secara tiba-tiba. Apabila hujannya gerimis, maka kejadian angin kencang jauh dari tempat kita," ujar dia.
Jika satu hingga tiga hari berturut-turut tidak ada hujan pada musim pancaroba, maka ada indikasi potensi hujan lebat yang pertama kali turun diikuti angin kencang, baik yang masuk dalam kategori puting beliung maupun yang tidak.
Terkait ciri-ciri puting beliung atau angin kencang berdurasi singkat, luasa berkisar lima hingga 10 kilometer. Durasinya cukup singkat yakni kurang dari 10 menit. Kemudian lebih sering terjadi pada peralihan musim.
"Lebih sering terjadi pada siang atau sore hari dan terkadang menjelang malam," katanya.
Ia menambahkan puting beliung juga tidak bisa diprediksi secara spesifik dan hanya bisa diprediksi setengah hingga satu jam sebelum kejadian.
Sebelumnya, fenomena angin langkisau atau puting beliung yang berada di atas permukaan air atau water spout terjadi di Waduk Gajah Mungkur Wonogiri pada Rabu sore pukul 16.00 WIB.
Water spout yang terjadi terhubung dengan sejumlah awan, seperti Cumulus Vongestus, Cumuliform dan, Cumulonimbus. (Antara)