SuaraRiau.id - Presiden Joko Widodo (Jokowi) memilih Yaqut Cholil Qoumas alias Gus Yaqut sebagai Menteri Agama beberapa waktu lalu. Hal tersebut lantas dikomentari banyak kalangan.
Salah satu yang merespons adalah tokoh agama sekaligus Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Ahmad Mustofa Bisri alias Gus Mus.
Dalam kesempatan keterangannya kala berkunjung ke Pesantren Raudlatut Thalibin Leteh, di Rembang, Jawa Tengah, Gus Mus lantas memberi nasihat pada Gus Yaqut.
Nasihat Gus Mus pada Gus Yaqut, yakni agar menghindari korupsi dan kolusi. Dia juga berpesan agar Panglima Banser itu untuk merangkul semua pihak. Tidak penting latar belakangnya apa, kelompok, agama, dan ras apa.
Semua diminta diajak untuk bersama-sama mencintai Indonesia.
Maka dengan begitu, cita-cita untuk menjadikan negara ini lebih baik dan maju akan lebih mudah terwujud.
Gus Mus juga menyatakan, Yaqut dianggap tepat menjadi Menteri Agama saat ini. Sebab dia mendudukan diri tidak sekadar menganggap jabatan menteri sebagai sebuah anugerah. Akan tetapi menempatkan jabatan sebagai amanah.
“Dia sadar bahwa jabatan itu amanah dan tanggung jawab. Jadi aku tinggal ikut mendoakan saja semoga dia mampu melaksanakan amanah dan tanggung jawab itu dengan sebaik-baiknya. Rabbuna yuwaffiq,” tulis Gus Mus dikutip dari Hops.id--jaringan Suara.com.
Yaqut Cholil Qoumas merupakan satu di antara enam menteri hasil reshuffle Presiden Jokowi. Pada Selasa 22 Desember 2020, Jokowi mengumumkan jika dirinya terpilih menggantikan Menag sebelumnya Fachrul Razi.
Sementara itu, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengungkapkan tekadnya menghentikan populisme Islam berkembang luas dan justru menggiring nilai agama menjadi norma konflik.
Hal itu disampaikan Gus Yaqut dalam webinar silaturahmi nasional lintas agama.
“Saya tidak ingin, kita semua tentu saja tidak ingin populisme Islam ini berkembang luas sehingga kita kewalahan menghadapinya,” kata dia, Senin (28/12/2020).
Menurut Gus Yaqut, populisme Islam merupakan upaya untuk menjadikan agama sebagai norma konflik di tengah masyarakat.
Dalam istilah paling ekstrem, lanjut dia, populisme Islam akan menjadikan kelompok yang berseberangan atau berbeda keyakinan sebagai musuh.
“Yang namanya musuh atau lawan ya harus diperangi, itu norma yang kemarin sempat berkembang atau istilah kerennya populisme islam,” tambahnya.
Gus Yaqut juga mengatakan, salah satu perilaku yang dinilai sebagai akar dari meluasnya populisme Islam di Indonesia yakni intoleransi, dengan menganggap kelompok lain yang berseberangan adalah salah.
Ia tak menampik bahwa paham semacam itu berkembang di tengah masyarakat dalam beberapa tahun terakhir. Walhasil mengatasnamakan dan menyeret agama sebagai sumber konflik.
“Kita sekarang atau tahun-tahun belakangan ini, kita merasakan bagaimana agama itu sudah atau ada yang berusaha menggiring agama menjadi norma konflik,” tutur dia lagi.
Dari sana lah dia percaya jika tak mau populisme Islam kian meluas di masyarakat.
“Jadi barang siapa yang ingin menghilangkan satu sama lain atas dasar agama, maka artinya mereka tidak mengakui Indonesia. Mereka tidak memiliki rasa ke-Indonesia-an,” tegasnya.