SuaraRiau.id - Tuti Farini (58) warga Jorong Galanggang Tangah, Nagari Sungayang, Kecamatan Sungayang, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat (Sumbar) mendadak populer.
Sejak beberapa hari belakangan, kisah dan foto-foto yang menyorot bagian mata anggota keluarga Tuti menghiasi pemberitaan banyak media.
Keluarga ini disebut mengidap Sindrom Waardenburg, kondisi genetik langka yang menyebabkan perubahan pada warna kulit, mata, dan rambut serta bentuk wajah. Di keluarga Tuti, perubahan terjadi pada bagian mata, dan beberapa orang pada bagian rambut. Kondisi itu sudah berlangsung lama, sejak empat generasi.
Selasa (13/10/2020) siang, Padangkita.com (jaringan Suara.com) berkunjung ke rumah Tuti di Jorong Galanggang Tangah.
Awalnya, kata Tuti, kelainan pada mata dan rambut yang dialami anggota keluarganya sempat menjadi bahan candaan atau bulian warga sekitar. Namun, seiring waktu, hal unik dan langka itu berubah menjadi suatu kebanggaan dan ciri khas keluarga besar Tuti Fariani.
Tuti sendiri merupakan seorang guru di salah satu Sekolah Dasar (SD) di daerah Sungai Patai. Dia memiliki mata bewarna biru pada bagian kanan. Keunikan itu, kata dia, diperolehnya sejak lahir yang merupakan turunan dari ibunya sendiri.
Setahu dia, keluarganya bukanlah keturunan blasteran ataupun “indo”. Tak ada satupun yang berasal dari luar negeri, dan tidak punya riwayat keturunan dari warga berkulit putih atau bermata biru seperti orang dari benua Barat.
Yang Tuti ketahui, keunikan itu bermula dari ibu kandungnya, almarhumah Nisma Sulaiman yang lahir pada 10 Oktober 1930. Lalu, Nisma sendiri adalah anak pasangan Jaraniyah (ibu) dan Sulaiman (ayah) merupakan generasi pertama bermata biru.
Nisma melahirkan 9 orang anak, salah satunya Tuti. Saudara Tuti, lima laki-laki dan tiga perempuan. Dari sembilan putra-putri Nisma itu, lima di antaranya mewarisi mata biru bervariasi. Ada yang hanya sebelah, ada pula yang kedua bola matanya bewarna biru.
Di antara yang memiliki mata bewarna biru itu, kata Tuti adalah kakaknya, almarhumah Deswita memiliki mata bewarna biru sebelah kanan. Kemudian Susmeri juga sebelah kanan yang bewarna biru.
Almarhum Taufik Iyandri, kakak Tuti, juga memiliki dua mata biru. Begitu pula dua adik Tuti, Almarhum Ujang Rifai memiliki dua mata biru. Namun, adik Tuti, Alwiber, Firdaus, Renofrida dan Rifnaldi bermata normal, tak mewarisi mata biru sama sekali.
“Jadi begitulah silsilah keluarga kami yang memiliki mata biru ini. Setahu saya, dulu Almarhumah kakak saya dan ibu saya pernah ke Medan untuk memeriksa mata ini. Namun, dari hasil pemeriksaan, mata mereka dinyatakan normal,” ujar Tuti.
Mata biru dari Pekanbaru
Sama halnya dengan keluarga Zulbahri (47) dan Ermi Julita (43) yang tinggal di Riau, tepatnya Perumahan Asta Gardenia Blok K No 2 RT 08/ RW 016 Kelurahan Simpang Baru, Kecamatan Tampan, Kota Pekanbaru.
Zulbahri dan anaknya, Dzakira Azizy Naqiya bermata biru. Keluarga yang berasal dari Nagari Lasi berada di Kecamatan Canduang, Kabupaten Agam, Sumbar ini sudah lama di Pekanbaru.
Dzakira Azizy Naqiya mempunyai mata biru lebih jelas ketimbang sang ayah. Bocah yang kini berusia 6 tahun yang terlahir dari ayah dan ibu asli Indonesia.
Memiliki warna bola mata yang berbeda dengan teman lainnya, tidak membuat Zizi canggung saat bermain dengan sebaya di lingkungan rumahnya.
Teman-temannya pun tidak mempermasalahkan warna bola mata biru yang dimiliki Zizi.
Mata biru Zizi terlihat aneh bagi sebagian orang, ada yang mengira Zizi dari keturunan Eropa dan ada juga yang mengira karena faktor genetik kedua orangtuanya.
Nyatanya, mata biru yang dimiliki Zizi adalah faktor keturunan keluarga. Sang kakek, yang merupakan orangtua ayahnya, juga memiliki mata bewarna biru, karena itulah turun temurun sampai ke Zizi.