"Ini saya dengan berjalannya, waktu akhirnya membuat 7 pipa untuk meluncurkan air dengan berbagai ukuran dari 3 inci, 2 inci, satu setengah dan satu inci. Kemiringannya maksimal 35 derajat, kalau minimal 5 derajat sudah bisa membuat alat ini. Tidak boleh lebih dari 35 derajat, kalau lebih dari itu malah pompa ini tidak berfungsi," lanjutnya.
Dengan ditemukannya alat tersebut, kini 7 RT di RW 5 pun tidak pernah mengalami kekeringan. Ada 280 kepala keluarga yang menghuni.
a bahkan meraih berbagai penghargaan baik itu tingkat Kabupaten, Provinsi sampai Nasional termasuk meraih penghargaan Desa Mandiri Energi tahun 2019 dari Kemristek. Ada satu medali emas yang diraihnya pada tahun 2008 terpaksa dijual untuk membeli lahan milik warga yang digunakan sebagai sumber mata air.
"Saya waktu itu sempat jual medali emas. Kalau tidak salah dapat uang Rp 300 juta untuk pembebasan lahan warga yang digunakan meletakkan alat di dekat sumber mata air," katanya.
Berkat temuannya ini, berbagai wilayah dari Sumatera, ujung pulau jawa bagian timur, serta daerah di Nusa Tenggara Barat (NTB) turut merasakan pompa air hasil karyanya.
Tak cukup sampai disitu, di daerahnya sendiri ia mendirikan Paguyuban Masyarakat Pendamba Air Bersih (PMPAB).
Ia tak menarik mahal hasil temuannya ini, jika dibandingkan dengan harus memasang PDAM, ia hanya menarik iuran Rp 300 perkubik.
"Paling jika dirata-rata hanya Rp 15 ribu perbulan. Itu juga uangnya masuk ke paguyuban untuk operasional. Tidak mengambil untung," katanya.
Sementara itu, Warno (66) warga setempat yang menikmati jasa Sudiyanto mengaku sangat terbantu dengan adanya temuan alat HySu ini. Ia mengisahkan sulitnya mengalirkan sumber air yang berada di bawah permukiman warga.
"Dahulu itu saya harus ngangsu (nimba air) dengan menanjak sejauh 300 meter. Susah banget. Tapi ya alhamdulillah sekarang air saya sudah lancar tidak pernah kekeringan lagi walau musim kemarau," jelasnya.