Eko Faizin
Kamis, 04 Desember 2025 | 10:25 WIB
Gubernur Riau, Abdul Wahid, telah menerima fee anggaran yang dia peras dari Dinas PUPR Riau sebanyak Rp4,05 miliar. [Suara.com/Lilis]
Baca 10 detik
  • Kadis PU Siak, Ardi Irfandi dipanggil KPK terkait kasus Gubernur Riau.
  • Ardi menjadi saksi kasus dugaan pemerasan yang menjerat Abdul Wahid.
  • Pejabat Siak ini diperiksa bersama sejumlah pihak lainnya

SuaraRiau.id - Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Siak, Ardi Irfandi turut dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi kasus dugaan pemerasan yang menjerat Gubernur Riau Abdul Wahid.

Pemeriksaan terkait perkara dugaan korupsi di Dinas PUPR-PKPP Riau itu dibenarkan Ardi Irfandi yang mengaku diperiksa pada Selasa (2/12/2025).

"Iya, saya diperiksa KPK Selasa lalu di Jakarta dari pagi sampai sore sebagai saksi," ucapnya dikutip dari Riauonline.co.id--jaringan Suara.com, Rabu (3/12/2025).

Selain dirinya, sebut Ardi, pemeriksaan juga dilakukan terhadap sejumlah pejabat lain dari Dinas PUPR Provinsi Riau, termasuk empat kepala UPT.

"Saya diperiksa bersama 4 kepala UPT yang lain," sebutnya.

Sebelum menjabat Kepala Dinas PU Siak, Ardi Irfandi merupakan Kepala UPT Wilayah II Dinas PUPR-PKPP Riau.

Diketahui, KPK telah menetapkan Gubernur Riau Abdul Wahid, sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan di Dinas PUPR-PKPP Riau.

Selain itu, KPK juga telah melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah pejabat Riau, termasuk Sekdaprov Riau Syahrial Abdi.

Selain Abdi, KPK juga memeriksa sejumlah saksi lainnya. Mereka adalah Ferry Yonanda, Sekretaris Dinas PUPR-PKPP Riau, Aditya Wijaya Raisnur Putra, Subkoordinator Perencanaan Program Dinas PUPR-PKPP Riau, dan Brantas Hartono, PNS PUPR-PKPP Riau.

Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, mengungkapkan bahwa kasus ini bermula dari adanya laporan masyarakat terkait dugaan permintaan "jatah preman" oleh Gubernur Riau kepada pejabat di bawahnya.

Dari hasil penyelidikan, ditemukan adanya kesepakatan antara Abdul Wahid (AW) dengan pejabat PUPR-PKPP untuk menyerahkan 5 persen dari nilai proyek, atau sekitar Rp7 miliar, yang dikomunikasikan menggunakan kode "7 Batang".

"AW meminta setoran sebesar 5 persen atau sekitar Rp7 miliar dari proyek di lingkungan Dinas PUPR-PKPP. Komunikasi di antara mereka menggunakan istilah sandi 7 Batang," ujar Johanis Tanak dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu, 5 November 2025.

Berdasarkan hasil penelusuran, KPK menemukan adanya tiga kali penyerahan uang dalam kurun waktu Juni hingga November 2025. Skema setoran dilakukan secara bertahap melalui sejumlah pejabat dinas.

Load More