Eko Faizin
Senin, 15 September 2025 | 18:56 WIB
Balai Lembaga Adat Melayu Riau. [Dok LAM Riau]
Baca 10 detik
[batas-kesimpulan]

SuaraRiau.id - Puluhan tokoh adat Luhak Ujung Bukit (Gema) Kampar Kiri, Kampar mendatangi Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau yang terletak di Jalan Diponegoro Pekanbaru pada Senin (15/9/2025) pagi.

Kedatangan mereka untuk meminta keadilan untuk tiga anak kemanakan yang sempat ditahan atas tuduhan perambahan hutan lindung.

Para tokoh adat ini mengklaim lahan yang dikelola ketiga warga tersebut merupakan milik turun-temurun.

Tokoh masyarakat Riau, Azlaini Agus turut mendampingi warga menyampaikan bahwa kebakaran di Tanjung Belit pada 17 Juli 2025, yang berujung penahanan tiga warga yakni, M Diah, Afrizal dan Kidamri.

"Mereka dituduh merambah hutan, padahal yang mereka garap adalah lahan adat yang sudah turun-temurun dimiliki jauh sebelum Indonesia merdeka," ujar Azlaini dikutip dari Riauonline.co.id--jaringan Suara.com.

Menurut Azlaini, awalnya hanya dua orang yang ditangkap, namun kemudian bertambah menjadi tiga orang.

Dia mengatakan saat ini ketiganya sudah berada di luar tahanan setelah mendapat penangguhan. Namun, kondisi psikologis salah satu dari mereka, M Diah, agak terganggu selama lebih dari satu bulan di tahanan.

Azlaini menyebut tidak ada pengacara mendampingi M Diah yang tidak bisa baca tulis, saat pemeriksaan (BAP).

"Sekarang kalau ditanya, lain yang dijawab," ucap Azlaini.

Ketimpangan dalam penetapan kawasan hutan lindung juga menjadi sorotan Azlaini.

Pasalnya, di sisi lahan yang digarap tiga warga tersebut, terdapat 200 hektare kebun milik seorang pengusaha bernama Sutanto yang tidak dikategorikan sebagai hutan lindung.

"Kami berkebun hanya untuk mencari makan, bukan untuk menjadi kaya. Lahan yang kami kelola adalah lahan adat," ungkap salah seorang warga yang hadir.

Ketua Umum Majelis Kerapatan Adat (MKA) LAM Riau, Datuk Seri H. Marjohan Yusuf, serta Ketua Umum Dewan Pimpinan Harian (DPH) LAM Riau, Datuk Seri Taufik Ikram Jamil menyambut kedatangan para tokoh adat.

Datuk Seri Marjohan Yusuf menyatakan bahwa LAM Riau siap membela anak kemanakan yang diyakini tidak bersalah.

Ia menekankan bahwa kawasan tersebut dikenal sebagai wilayah yang kental dengan penerapan adat dan konservasi.

"Di sana ada lubuk larangan, ada festival Subayang Rimbang Baling. Ini bukti masyarakat adat menjaga ekosistemnya," ujarnya.

Sementara itu, Datuk Seri Taufik Ikram Jamil mengungkapkan akan menjalin komunikasi pribadi dengan Kapolda Riau dan akan menyusul surat resmi dari LAM Riau terkait kasus ini.

Menurut Datuk Seri Taufik, permasalahan tumpang tindih antara hutan adat dan hutan lindung memang kerap terjadi, karena minimnya sosialisasi dan tidak adanya penanda batas yang jelas.

Ke depan, Datuk Seri Taufik berharap pemerintah lebih serius dalam menyelesaikan batas-batas kawasan adat dan kawasan negara.

"Agar masyarakat adat tidak lagi menjadi korban," ungkapnya.

Load More