Pemerintah juga perlu mendorong masyarakat terlibat aktif dalam upaya perlindungan yang selaras dengan aspek ekonomi berpotensi meningkatkan partisipasi untuk melindungi hutan alam tersisa, termasuk pemulihannya.
"Selain itu, preseden buruk, perampasan aset yang bermuara pada pengalihan pengelolaan PT Agrinas Palma Nusantara tidak boleh diulang. Negara harus tegas dalam komitmen pemulihan TNTN. Meminimalkan penggunaan tindakan represif dan penegakan hukum secara selektif harus jadi suatu yang integral guna menyelesaikan persoalan ini," tegas Eko.
Sementara itu, Direktur YLBHI-LBH Pekanbaru Andri Alatas menyebut, penertiban dalam kawasan TNTN harus dilakukan dengan dua semangat penting yakni menghormati HAM dan berorientasi pada pemulihan lingkungan hidup.
Karena itu, penertiban di kawasan TNTN harus dilakukan selaras dengan upaya penyelesaian konflik dan pemulihan hak masyarakat.
"Ada masyarakat yang dibiarkan negara untuk menetap, beraktivitas ekonomi, dan melakukan aktivitas sosial lainnya di lokasi tersebut selama belasan tahun," ucap Andri.
Iya menjelaskan adanya desa definitif dan sarana prasarana menunjukkan besarnya peran negara membiarkan atau bahkan mengakselerasi penguasaan dan aktivitas ilegal di sana.
"Kesalahan dengan melakukan aktivitas pembiaran ini tidak boleh diulang dengan tindakan represif dan militeristik," terang Andri.
Lebih lanjut, dia juga menegaskan bahwa penegakan hukum kepada pemodal yang mempunyai areal perkebunan besar harus diutamakan. Hukum harus dikerjakan secara selektif dan tidak dengan mudahnya menyasar mereka yang lemah.
LBH menyarankan proses ini harus dengan tegas memperhatikan beberapa kluster kelompok berdasarkan luas penguasaan. Beberapa kelompok yang harus dikluster, yaitu:
Baca Juga: Ribuan Massa Aksi TNTN Tolak Relokasi: Negara Harus Bertanggung Jawab
1. Masyarakat yang menguasai kurang dari 5 hektar dan telah melakukan aktivitas lebih dari 5 tahun secara terus menerus (memperhatikan Peraturan Pemerintah 24 Tahun 2021);(memperhatikan ketentuan Pasal 110B ayat (2) UU 18/2013 sebagaimana diubah oleh UU No 6 tahun 2023 tentang Cipta Kerja)
2. Masyarakat atau perusahaan yang menguasai lebih dari 25 hektare (memperhatikan Permentan No 98 Tahun 2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan); dan
3. Masyarakat yang menguasai lahan antara 5-25 hektare (butuh identifikasi lebih lanjut apakah dapat dimasukkan ke kelompok pertama atau kedua).
Berita Terkait
-
Panser TNI Jaga Kejagung, Benarkah Hanya Sekedar Pengamanan Rutin?
-
Dikepung 20 Ribu Titik Api, WALHI Tunjuk Hidung Ratusan Korporasi: Negara Tunduk Pada Pembakar Hutan
-
Warga Tesso Nilo Resah Terancam 'Diusir', Muncul Wacana Relokasi ke Pulau Mendol
-
Penyakit Aneh Tambang Ilegal Terbongkar! KPK Ungkap Modus Setoran Siluman
-
IUP Bodong Marak di Kawasan Hutan, KPK Sentil Kementerian Kehutanan: Ada Apa Ini?
Terpopuler
- Perbandingan Konsumsi BBM Mitsubishi Destinator vs Innova Zenix, Irit Mana?
- FC Volendam Rilis Skuad Utama, Ada 3 Pemain Keturunan Indonesia
- Nggak Perlu Jutaan! Ini 6 Sepatu Jalan Kaki Brand Lokal Terbaik di Bawah 500 Ribu
- Tukang Jahit Rumahan di Pekalongan Syok "Ditagih" Pajak Rp2,8 Miliar
- 5 SUV 7 Penumpang Alternatif Destinator, Harga Lebih Murah, Pajak Ringan!
Pilihan
-
Rahasia Dean Henderson Tundukkan Algojo Liverpool: Botol Minum Jadi Kunci
-
Bos Danantara Sebut Pasar Modal Motor Ekonomi, Prabowo Anggap Mirip Judi
-
Jelang HUT RI! Emiten Tekstil RI Deklarasi Angkat Bendera Putih dengan Tutup Pabrik
-
Update Pemain Abroad: Nathan Tjoe-A-On Debut Pahit, Eliano Menang, Mees Hilgers Hilang
-
Pilih Nomor 21, Jay Idzes Ikuti Jejak Pemain Gagal Liverpool di Sassuolo
Terkini
-
Kuasai Kredit Korporasi, Ini Strategi Jitu BRI
-
Rumah BUMN BRI Dorong UMKM Naik Kelas Lewat Transformasi Digital
-
Diminta Ditulis Ulang, Simak Sejarah Riau yang Genap Berusia 68 Tahun Hari Ini
-
Dukung PMI, BRI Hadir di Taipei untuk Perluas Akses Keuangan di Taiwan
-
Digital Banking BRI Melesat, BRImo Catat 42,7 Juta User dan Transaksi Triliunan Rupiah