Scroll untuk membaca artikel
Eko Faizin
Senin, 02 Juni 2025 | 11:45 WIB
Forkopimda Kabupaten Indragiri Hulu mengunjungi kediaman orangtua bocah tewas yang diduga gara-gara dibully teman-temannya. [Ist]

Melalui kegiatan ini, Forkopimda mengajak masyarakat untuk tetap bersatu, menjaga kondusivitas, dan tidak menyebarkan isu-isu yang bisa memperkeruh suasana.

Semua pihak diimbau menahan diri dan menghormati proses hukum yang tengah berjalan dengan menggiring opini untuk memperkeruh suasana.

SETARA Institute: negara harus hadir

Sementara itu, kasus kematian bocah 8 tahun menyita perhatian publik lantaran diwarnai dengan beredar isu SARA.

Baca Juga: Bocah 8 Tahun Tewas Diduga Dibully Temannya, Polres Inhu: Tak Ada Kaitan dengan SARA

Siswa kelas 2 SD tersebut meninggal diduga tak wajar lantaran disebut dianiaya teman-teman sebayanya.

Sebelum mendapatkan kekerasan fisik, korban teribat cekcok dengan sejumlah rekannya.

Orangtua korban mengambil pun langkah hukum karena sang anak sebelum meninggal diduga dipukuli kakak kelas. Tak hanya itu, korban diduga dibully lantaran beda agama dan suku.

SETARA Institute memandang dugaan bullying atau perundungan mengakibatkan bocah KB meninggal tersebut sangat memprihatinkan.

Ditambah lagi korban tewas mendapatkan tindakan kekerasan diduga akibat korban menganut agama yang berbeda dari para pelaku.

Baca Juga: Bocah SD di Riau Tewas Dibully Diduga gegara Beda Agama, SETARA: Negara Harus Hadir

Direktur Eksekutif SETARA Institute Halili Hasan mengungkapkan pihaknya mengecam keras terjadinya kasus tragis ini.

Tindakan kekerasan yang berujung pada kematian tersebut merupakan pelanggaran berat terhadap hak anak sebagaimana termaktub dalam Pasal 28B ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi: Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

"Dan hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan sebagaimana dijamin dalam Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945," terangnya dalam keterangan pers yang diterima Suara.com, Sabtu (31/5/2025).

Halili menyampaikan jika kasus tersebut menunjukkan bahwa dugaan intoleransi nyata-nyata merasuki generasi sangat muda bangsa ini.

"Intoleransi di lapangan bahkan bukan hanya menimpa anak-anak usia Sekolah Menengah Atas (SMA), tapi lebih muda dari itu," ujar dia.

Menurut Halili, berdasarkan survei yang dilakukan oleh SETARA Institute pada Februari 2023 menunjukkan bahwa diperlukan pelipatgandaan upaya untuk menghalau paparan intoleransi dan ekstremisme kekerasan dari satuan pendidikan kita.

Load More