Scroll untuk membaca artikel
Eko Faizin | Wakos Reza Gautama
Kamis, 27 Oktober 2022 | 19:39 WIB
Perwakilan Indonesia Media Support (IMS) Lars Bestle (kiri), Wakil Ketua Dewan Pers Agung Dharmajaya (tengah), dan CEO PT Arkadia Digital Media Tbk/Pemimpin Redaksi Suara.com Suwarjono (kanan) saat membuka Local Media Summit 2022 di Perpustakaan Nasional RI,Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Kamis (27/10/2022). [Suara.com/Alfian Winanto]

SuaraRiau.id - Local Media Summit (LMS) 2022 berlangsung selama dua hari dari 27-28 Oktober 2022 di Gedung Perpustakaan Nasional, Jakarta.

Event tersebut diadakan Suara.com dengan International Media Support (IMS) untuk mempertemukan media lokal se-Indonesia. Acara yang dihadiri kurang lebih 300 media lokal dari Aceh sampai Papua ini.

Dalam sambutannya, Pemimpin Redaksi Suara.com Suwarjono mengaku surprise atas antusiasme para pemilik media lokal dalam event yang baru pertama diselenggarakan di Indonesia ini.

Menurutnya, banyak hal menarik yang akan dibahas di LMS 2022 terutama terkait perkembangan media lokal baik dari segi konten maupun dari segi bisnis. Tantangan media lokal saat ini adalah keberlanjutan dari segi bisnisnya.

“Hampir sebagian besar pemilik media lokal adalah jurnalis yang tahu konten tapi tidak tahu soal bisnisnya,” ujar Suwarjono saat sambutan acara pembukaan LMS 2022.

Menurut Suwarjono, bisnis media era digital saat ini tidak hanya fokus membuat konten tapi juga harus memikirkan infrastrukturnya agar konten yang diproduksi bisa dibaca banyak orang.

“Bagi teman-teman sekarang yang jadi pemilik media di mana basicnya jurnalis di daerah, yang harus kita pelajari tidak hanya konten. Konten hanya sebagian kecil,” kata dia.

Suwarjono mengungkapkan bahwa ada beberapa hal yang akan dibahas dalam pertemuan ini. Pertama adalah adanya kesenjangan pengetahuan antara media di Jakarta dengan daerah terkait pengetahuan digital, teknologi, dan bisnis model.

Menurut Suwarjono, saat ini bisnis model media lokal menghadapi tantangan besar.

“Paling banyak ke depan adalah melakukan eksperimen baru karena belum menemukan titik keseimbangan baru bagi media publisher,” ujarnya.

Suwarjono juga menyebut bahwa model lama bisnis media lokal yang berbasis iklan dan langganan sudah ketinggalan ketika diterapkan ke media baru.

“Ini karena orang Indonesia tidak mau berlanggangan tidak mau membeli sebuah konten. Dan ini menjadi tantangan cukup berat. Iklan sangat tidak mendukung terhadap pola kerja publisher,” jelas Suwarjono.

Sementara bisnis model saat ini yang mengandalkan pageviews, akan berhadapan dengan konten receh, hantu, prank, hoaks.

“Konten receh dengan konten jurnalisme yang pembacanya kecil, secara iklan kalah harganya. Tantangan cukup besar bagi kita untuk beradaptasi, berubah. Poinnya kalau itu diteruskan nasib jurnalisme kita bisa habis kalau model bisnis tetap sama,” ujar dia.

Menurut Suwarjono, isu ini cukup menantang sehingga butuh banyak sharing mencari pola baru, bisnis model bagi media lokal.
Suwarjono membagi lima model biaya untuk media atau model bisnis media saat ini. Pertama media sebagai konten kreator dimana membuat konten untuk platform global seperti Google, Facebook, Twitter, Intasgram dan TikTok.

Load More