Scroll untuk membaca artikel
Eko Faizin | Wakos Reza Gautama
Kamis, 27 Oktober 2022 | 19:39 WIB
Perwakilan Indonesia Media Support (IMS) Lars Bestle (kiri), Wakil Ketua Dewan Pers Agung Dharmajaya (tengah), dan CEO PT Arkadia Digital Media Tbk/Pemimpin Redaksi Suara.com Suwarjono (kanan) saat membuka Local Media Summit 2022 di Perpustakaan Nasional RI,Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Kamis (27/10/2022). [Suara.com/Alfian Winanto]

Suwarjono berujar bahwa media sebagai konten kreator atau konten provider, ancamannya adalah media jadi tergantung dengan platform tersebut. Lalu ada media dengan berbasis berlangganan di mana hal ini cukup berat dan ada juga bisnis media sebagai display.

“Membuat media sebagai tempat display sebagai outlet sementara bisnisnya di tempat lain. Saya kebayang 2024 ,media sebagai outlet dipakai calon-calon,” ujarnya.

Keempat media dikelola berbasis donor yang memiliki konten niche.

“Kelima adalah menggabungkan banyak model. Dia menggunakan ekosistem digital baik untuk distribusi bagi digital, agensi, PH. Lima model ini mnearik tapi butuh model baru lagi supaya tidak stagnan,” ujar Suwarojono.

Bicara soal desentralisasi media menurut Suwarjono, keberlangsungannya yang jadi bahasan penting.

“10 tahun lalu model online yang dibuat berbasis artikel, 10 tahun terakhir sudah banyak gambar, belakangan video di Youtube. Dua tahun terakhir terjadi disrupsi lagi itu adalah di platform video pendek dan vertical video. Ini membuat semua pengelola media mengubah template dari media panjang ke short video dan mengubah ke vertical video,” ujarnya.

Karena itu semua tantangan yang dihadapi media lokal ini akan dibahas tuntas di acara LMS 2022.

Sementara itu Wakil Ketua Dewan Pers Agung Darmajaya mengatakan, di era media digital saat ini jumlah media bertambah.

“ Tapi kadang kita lupa media tumbuh berkembang banyak, tapi jadi sampah,” ujarnya.

Menurut Agung yang perlu dipikirkan saat ini adalah bagaimana keberlangsungan media yang ada saat ini.

Di tengah kompetisi semakin ketat kata Agung, pemilik media butuh kreativitas, inovasi.

“Kalau bicara regulasi sudah khatam. tapi bagaimana setelah hadir, bagaimana mereka hidup,” tuturnya.

Tantangan ke depan, menurut Agung, kode etik menjadi penting di atas segalanya. dan juga dampak dari pemberitaan itu.

“Membuat berita jangan hanya membuat gaduh. Kita bicara tidak hanya konten media, tapi juga knowledgenya dan keberlangsungannya,” ujar Agung.

Kepala Perpusnas Muhammad Syarif Bando menambahkan kegiatan media sangat berkait erat dengan kegiatan literasi.

Load More