Scroll untuk membaca artikel
Eko Faizin
Selasa, 24 Mei 2022 | 10:59 WIB
Hujan deras yang mengguyur Kota Pekanbaru pada Senin (25/10/2021) dini hari membuat sejumlah wilayah tersebut tergenang banjir. [Ist]

SuaraRiau.id - Gubernur Riau Syamsuar resmi melantik Penjabat (Pj) Wali Kota Pekanbaru dan Pj Bupati Kampar di Pauh Janggi, Kompleks Rumah Dinas Gubernur Riau Jalan Diponegoro, Pekanbaru pada Senin (23/5/2022).

Dalam momen itu, Gubernur Syamsuar memberi catatan kepada penjabat yang dilantik hari ini untuk segera menuntaskan kerja-kerja yang belum selesai.

Diketahui, Syamsuar melantik Muflihun Pj Wali Kota Pekanbaru dan Kamsol sebagai Pj Bupati Kampar sesuai dengan Surat Keputusan Kementerian Dalam Negeri yang diterima pemerintah Provinsi Riau pada Sabtu (21/5/2022) lalu.

KPK menyoroti pembangunan Pasar Cik Puan Pekanbaru yang terletak di Jalan Tuanku Tambusai mangkrak sejak 2012 silam. [Foto: Riauonline]

Pelantikan ini dimaksudkan agar tak terjadi kekosongan kepemimpinan di Kota Pekanbaru dan Kampar seiring dengan habisnya masa jabatan Firdaus-Ayat Cahyadi sebagai Wali Kota Pekanbaru dan Catur Sugeng sebagai Bupati Kampar.

Jabatan ini akan berlangsung hingga dilantiknya kepala daerah terpilih pada pemilihan kepala daerah 2024 mendatang.  

Untuk Pj Wali Kota Pekanbaru, Gubernur Syamsuar memberi catatan panjang. Pertama, segera menggesa penyerapan APBD tahun 2022. 

Kedua, prioritaskan penanganan banjir di kota yang harus dituntaskan segera, termasuk sampah, kebersihan kota, perbaikan jalan yang rusak terutama dilokasi proyek IPAL dan SPAM, trotoar, fasilitas lampu penerangan jalan, pembenahan pasar di kota yang masih dalam keadaan kumuh. 

Ketiga, bayar insentif TPP Aparatur Sipil Negara selama 12 bulan, honor RT RW dan Ketua LPM agar dibayar kembali, uang insentif tenaga kesehatan yang belum dibayar pada tahun 2021 agar segera dibayarkan. 

Namun, prioritas penanganan dua masalah utama di Kota Pekanbaru yaitu banjir dan sampah.

Selama menjabat Wali Kota Pekanbaru dua periode 2012-2017 dan 2017-2022 Firdaus dan Ayat Cahyadi ternyata masih belum menyelesaikan masalah-masalah utama di Kota Pekanbaru seperti banjir hingga sampah. 

Pengamat tata kota dari Universitas Islam Riau, Mardianto Manan mengatakan buruknya pengelolaan kota adalah cerminan buruknya peran wali kota.

Ia juga menyebut di masa kepemimpinan Firdaus-Ayat Cahyadi bahkan mengalami nasib yang makin buruk dalam mengatasi persoalan drainase.

"Sejak 1999 banjir sudah terjadi. Harapan kita (alm) Herman Abdullah menuntaskan, tak tuntas juga. Harapan kita Firdaus, tambah parah. Sekali lagi tambah parah. Karena persoalan drainase tidak dibuat dengan elok," ujar Mardianto Manan.

Masalahnya, setiap kali hujan turun di Kota Pekanbaru, beberapa jam setelah itu bisa dipastikan beberapa jalan di Kota Pekanbaru akan digenangi air. Masalah drainase yang disebut Mardianto Manan seperti tidak ditanggapi serius oleh Wali Kota Pekanbaru. Sehingga ia kadang bosan untuk mengulang solusi dari persoalan banjir ini terus menerus.

"Masalah penataannya yang kurang elok. Kan itu saja. Drainase air tidak tahu mau kemana. Interkoneksi antara satu dan yang lain tidak ada," ujarnya.

Hal itu makin diperparah karena Pekanbaru sendiri tak punya peraturan daerah untuk mengatur soal drainase itu. Meskipun Mardianto Manan sempat mendengar Kota Pekanbaru sudah punya master plan untuk tata kelola drainase, tapi ia menganggap hal itu belum ada. 

"Ada yang bilang sudah ada, tapi saya katakan tidak ada. Karena saya lihat itu belum jadi peraturan daerah."

Pada akhir tahun 2020 masalah sampah yang tak tertangani dengan baik akhirnya jadi masalah besar. Waktu itu Pemkot Pekanbaru mengatakan bahwa tender untuk lelang sampah terlambat dibuka sehingga persoalan sampah di Pekanbaru yang selama ini memakai sistem pihak ketiga terbengkalai. Di beberapa titik jalan, sampah-sampah bertumpuk menggunung berminggu-minggu.

"Sampai awal Januari sampah tidak diangkut, ditumpuk dimana-mana. Dan itu menjadi perhatian banyak orang," kata Kunni Masrohanti, pegiat kesenian dan lingkungan yang ikut tergerak dan membuat diskusi soal sampah pada akhir 2021.

Seperti Mardianto Manan yang melihat ketidakbecusan Wali Kota Pekanbaru menata kotanya, Kunni juga melihat efek sampah bagi masyarakat berimbas kepada perilaku manusia.

"Buruknya pengelolaan sampah akibat perilaku manusia akan berimbas ke kehidupan manusia itu sendiri. Penyakit, banjir dan lain-lain," katanya.

Kemala Hayati dkk Dalam penelitian berjudul Kinerja Pengelolaan Sampah di Kota Pekanbaru dalam Jurnal Kelitbangan Volume 10 No 1 pada April 2022 menyebut bahwa pengelolalaan sampah di Pekanbaru masih belum optimal.

Keoptimalan itu diukur dari keterbatasan sumber daya manusia, sarana prasarana, rendahnya kesadaran masyarakat, lemahnya penegakan peraturan daerah dan sosialisasi terkait regulasi maupun mekanisme penanganan persampahan yang belum optimal.

Pada tahun 2020 produksi sampah Kota Pekanbaru setiap harinya mencapai 1.052 ton atau setara dengan 384.039  ton per tahun namun sampah yang sampai ke TPA selama lima tahun terakhir rata-rata belum mencapai setengahnya, 46,72 %.

Bahkan hasil riset kesehatan dasar Provinsi Riau tahun 2018 menemukan hanya 25 % sampah yang terangkut sementara porsi terbesar 64% dibakar atau dibuang ke selokan dan 4% dibuang sembarangan.

APBD Kota Pekanbaru yang dihabiskan untuk mengelola sampah ini sebesar Rp 87,30 miliar sedangkan retribusi sebesar Rp 5,91 miliar sebagaimana dicatat penelitian tersebut.

"Hal itu menunjukkan bahwa proporsi pengelolaan persampahan belum ideal," tulis penelitian tersebut.

"Yang dibutuhkan keseriusan, dan kerja keras untuk kerja yang sangat berat saat ini," ujar Syamsuar. 

Kontributor : Wahid Irawan

Load More