Scroll untuk membaca artikel
Eko Faizin
Kamis, 17 Maret 2022 | 16:25 WIB
Seorang pengusaha Tionghoa masuk Islam di malam Lailatul Qadar atau malam turunnya Alquran di Bulan Ramadan. [ist]

SuaraRiau.id - Seorang pengusaha Tionghoa mengisahkan perjalanan spiritualnya pindah agama ke Islam. Hidayah menuntunnya hingga akhirnya memutuskan menjadi mualaf.

Pengusaha tersebut adalah Deni Sanusi, pria keturunan Tionghoa yang akhirnya memeluk Islam setelah mengalami tiga kejadian aneh dalam hidupnya.

Sebelum masuk Islam, Deni memandang Islam adalah agama yang sangat hina. Pria yang dulu bernama Chong Bunty itu menceritakan kisahnya di kanal YouTube Hidayatullah TV.

“Saya sama istri tadinya ada bisnis travel umroh dan haji, dan kebetulan saat ini masalah umroh dan haji off dulu karena Covid jadi kita lebih banyak kegiatan sosial dan keagamaan saat ini,” ujar Deni dikutip dari Hops.id--jaringan Suara.com, Kamis (17/3/2022).

“Jadi hidayah itukan ketentuan Alloh ya, kapan pun, dimana pun, dan siapa pun kalau sudah hidayah tuh akan mendapatkan pada seseorang itu pasti akan dapat,” imbuh Plt Ketua Umum Persatuan Islam Tionghoa Indonesia atau PITI itu.

Kisah mualaf Deni Sanusi berawal ketika dirinya saat remaja merasa gelisah dengan agama yang dianut, yakni Budha.

“Secara singkat kalau saya bicara bahwa kenapa saya ingin masuk Islam, dulu awalnya sama seperti kebanyakan keluarga Tionghoa lain, itu (kepercayaan) leluhur. Terus karena lingkungan SMA saya di budaya, di Matraman Jakarta nah itukan Katolik, saya akhirnya belajar Katolik dan dibaptis,” terang Deni.

“Waktu itu nama saya Yohanes, jadi lucu juga sih saya masih muda kok udah berpikir ke arah agama, biasanya anak muda beda, itu saya flash back ke belakang saya ingat saya selalu penasaran sama kepercayaan,” sambungnya.

Saat menganut Katolik pun, rupanya Deni masih mengalami pergolakan batin. Karena penasaran ingin mencari kebenaran tentang agama, ia akhirnya bertanya pada sejumlah orang yang dikenal.

Nah suatu hari, dirinya bertemu dengan seorang ustaz kampung yang menurutnya nyaman untuk diajak berdialog tentang agama.

“Terus saya utarakan kegelisahan saya. singkat cerita saya bilang saya seorang Katolik, tapi kok malas ke gereja. Terus dia bilang, gini aja deh, berdoa. Saya bilang, saya setiap hari berdoa nggak kurang-kurang,” kata Deni.

Mendengar hal itu, ustaz tadi lantas menyarankan Deni agar berdoa sebelum tidur.

“Dia bilang gini, sebut ya Tuhan, jangan ya Allah, kalau Allah kan agama kamu (Kristen), dan juga jangan ya Alloh, ya Alloh kan agama saya (Islam). Tuhan aja deh yang netral. Nah akhirnya kan saya tertarik,” jelas Deni.

“Jadi sebelum tidur saya doa, saya bilang, ya Tuhan tunjukanlah saya agama mana yang dibenarkan di dunia dan akhirat, dan agama mana yang dapat menyelamtakan saya di dunia dan akhirat. Ya karena saya semangat, saya lakuin,” tuturnya lagi.

Rupanya, menurut Deni, itu adalah proses dari skenario Allah yang ingin menunjukan sebuah kebenaran.

Kebetulan, keesokan harinya adalah bulan Ramadan, Deni pun ikut berpuasa sebulan penuh layaknya seorang muslim.

“Jadi saya belum Islam tapi saya ikut puasa sebulan penuh, nggak kalah saya. Nah sebelum tidur itu saya ikutin nasihat si ustaz itu. Di situlah saya dapat tiga petunjuk,” ujarnya.

Petunjuk yang pertama, Deni dibuat pingsan saat mendengar adzan magrib pas berbuka puasa.

“Saya nungguin magrib saya setel radio, pas saya setel tiba-tiba dengar adzan, pas saya dengar adzan saya kaget setengah mati. Saya sampai kelengerlah, kaya pingsan nggak inget sementi dua menit, kaget, gemeter. Padahal saban hari saya dengar adzan biasa aja,” tuturnya.

Karena penasaran dengan peristiwa yang dialaminya itu, Deni langsung menemui ustaz yang memberinya nasihat tadi.

“Dia bilang, oh itu mungkin petunjuk. Terus doa lagi sama Tuhan maksudnya petunjuk apa tuh. Nah saya makin semangat,” ujarnya.

Petunjuk kedua yang dialami Deni terjadi ketika ia sedang tidur. Dirinya mengaku, bermimpi menonton televisi dan melihat tayangan musik rebana.

“Nah rebana itu kan syiar Islam juga,” katanya.

Kemudian, petunjuk ketiga inilah yang mengubah kehidupannya. Pengalaman tersebut membekas hingga kini dan jika mengingatnya Deni mengaku merinding. Karena apa yang dialaminya berkaitan dengan hal gaib.

“Jadi pas malam ke 27 Ramadan (malam lailatul qadar), ustad tadi manggil saya ke rumahnya. Dia bilang, Den kalau bisa ini malam jangan tidur, kalau saya jelasin kamu nggak akan ngerti. Tapi menurut Islam di bulan Ramadan ada satu malam istimewa, mungkin ini malamnya,” ujarnya.

Deni kembali menuruti omongan sang ustaz. Ia lantas bergegas pulang, ke rumah orangtuanya yang berlantai dua. Di situ ia merenung sekira pukul 01.00 WIB.

“Saya kaya orang tafakur, saya diem ngadep kiblat. Nah pas lagi saya mikirin gitu tiba-tiba tangan saya seperti dipegang, saya nggak tahu bentuknya apa. Itu bukan mimpi. Itu sadar banget. Nih kalau dibilang gaib ya gaib,” ujarnya.

Oleh sosok tak kasat mata itu Deni dituntun ke tempat wudhu yang biasa digunakan oleh para pekerja di rumah orangtuanya.

“Wudhunya ya Alloh, kaya dibersihin mungkin dosa-dosa saya. Kemudian saya salat dua rakaat. Saya cuma ikutin gerakan aja, saya belum bisa baca doa.”

Penasaran dengan apa yang dialaminya itu, Deni kembali menemui ustaz yang memberikannya saran tersebut.

“Terus dia bilang, gini aja deh, wudhu itu kan simbol Islam, solat itu juga simbol Islam. Cuma saya Islam, saya nggak mungkin ajak kamu, karena Islam itu bukan agama ajakan, nah kamu pikir aja sendiri,” kata Deni menirukan omongan sang ustaz.

Akhirnya setelah Idul Firtri Deni memantapkan diri untuk memeluk agama Islam dengan lebih dulu berkhitan.

“Semua doa saya dibuktikan sama Alloh. Padahal sebelum saya masuk Islam saya lebih baik lihat kotoran dari pada Islam, karena saking dicap jeleknya. Termyata salah, ajaran Islam itu luar biasa. Saya menemukan kebenaran di agama Islam,” tandasnya.

Load More