SuaraRiau.id - Sekitar 39,5 persen bayi yang lahir dalam keadaan kerdil berasal dari keluarga yang menjadi perokok aktif di Indonesia.
Hal tersebut disampaikan Komite Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT) dalam acara bertema Sosialisasi Pemahaman Hubungan Perilaku Merokok dan Stunting yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis (20/1/2022).
“Jadi ternyata, konsumsi rokok itu berhubungan erat dengan stunting (kekerdilan). Data menunjukkan bayi pada keluarga perokok, cenderung beratnya kurang,” kata Ketua Bidang Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat Komnas PT, Rita Damayanti dikutip dari Antara.
Menanggapi adanya kaitan stunting dengan rokok, ia menjelaskan berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2003-2018, bayi stunting sekitar 39,5 persen lahir dalam keluarga yang menjadi perokok aktif dan berasal dari keluarga dengan kondisi ekonomi miskin.
Bayi yang lahir tersebut cenderung memiliki kondisi dengan berat 1,5 kilogram lebih kecil dan sekitar 0,34 cm tingginya lebih pendek dari bayi yang lahir dari keluarga yang bukan menjadi perokok aktif bila melihat hasil penelitian Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI) 2018.
Bahkan akibat orang tua merokok, bayi dapat mengalami kerusakan otak bagian depan (prefrontal cortex) akibat nikotin yang masuk ke saluran pernafasan. Padahal pada khususnya pada masa 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), otak pada anak sedang berkembang dengan pesat.
“Itu akan mengganggu perkembangan fungsi dari otak bagian depan, yang merupakan fungsi eksekutif untuk berfikir emosi. Jadi nanti bila anak kita terkena asap rokok atau merokok, itu membuat generasinya bukan generasi emas, tapi jadi generasi tidak potensial,” katanya.
Ia mengatakan rokok juga menyebabkan kondisi "brain damage" di mana syaraf anak untuk berkembang menjadi terhambat dan pertumbuhan janin menjadi terganggu.
Sementara selain mempengaruhi stunting, kondisi perokok anak juga mengalami kenaikan yang signifikan bila melihat data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018. Disebutkan bila angka prevalensi perokok pada anak naik menjadi 9,1 persen dari 7,2 persen pada tahun 2013.
Kenaikan itu, disebabkan oleh harga cukai tembakau (CT) yang masih tergolong murah dan rokok yang dapat dijual per batang. Sehingga masyarakat, khususnya anak-anak dan remaja yang masih bersekolah mudah mengaksesnya.
Berita Terkait
-
Cegah Stunting Lewat Investasi Jangka Panjang
-
Telkom Kenalkan Aplikasi Stunting Hub untuk Pantau Kesehatan Gizi Anak Indonesia
-
Tekan Angka Stunting, KBF Indonesia Mulai Jalankan Makan Bergizi Gratis di Papua
-
Serius Atasi Stunting, Dinsos P3AP2KB Kabupaten Kudus Andalkan DMS Cazbox by Metranet
-
27 Persen Anak-anak di Marunda Darurat Stunting, BRI Life Gandeng Rumah Zakat Salurkan PMT
Tag
Terpopuler
- Baru Sekali Bela Timnas Indonesia, Dean James Dibidik Jawara Liga Champions
- Terungkap, Ini Alasan Ruben Onsu Rayakan Idul Fitri dengan "Keluarga" yang Tak Dikenal
- Lisa Mariana Pamer Foto Lawas di Kolam Renang, Diduga Beri Kode Pernah Dekat dengan Hotman Paris
- JakOne Mobile Bank DKI Diserang Hacker? Ini Kata Stafsus Gubernur Jakarta
- Chat Istri Ridwan Kamil kepada Imam Masjid Raya Al Jabbar: Kami Kuat..
Pilihan
-
Cerita Trio Eks Kapolresta Solo Lancarkan Arus Mudik-Balik 2025
-
Gawat! Mees Hilgers Terkapar di Lapangan, Ternyata Kena Penyakit Ini
-
Hasil Liga Thailand: Bangkok United Menang Berkat Aksi Pratama Arhan
-
Prediksi Madura United vs Persija Jakarta: Jaminan Duel Panas Usai Lebaran!
-
Persib Bandung Menuju Back to Back Juara BRI Liga 1, Ini Jadwal Lengkap di Bulan April
Terkini
-
Sambut Arus Balik, Posko Mudik BUMN PNM di Balikpapan dan Padang Siap Layani Pemudik
-
Wali Kota Pekanbaru Segera Perbaiki Jalan Lobak Delima yang Amblas
-
Harga Tiket Pesawat Jakarta-Pekanbaru Normal di Momen Arus Balik Lebaran
-
Jumlah Kendaraan Lintasi Jalan Tol Riau Melonjak Drastis
-
Arus Balik Lebaran, Harga Tiket Pesawat Pekanbaru-Jakarta Naik Gila-gilaan