Scroll untuk membaca artikel
Eko Faizin
Senin, 06 September 2021 | 19:10 WIB
KSAD Jenderal Andika Perkasa. [Muhammad Moeslim/suara.com]

SuaraRiau.id - Beredar isu yang menyebut bahwa KSAD Jenderal Andika Perkasa bakal menjadi Panglima TNI yang baru. Menanggapi hal tersebut, Pengamat Militer dan Pertahanan Connie Rahakundini Bakrie, mengkritik isu tersebut.

Connie menyatakan bahwa betapa konstelasi pemilihan Panglima TNI begitu kental nuansa politiknya. Sangat berbeda dengan kondisi di 1998, di mana Panglima TNI dibentuk untuk bekerja profesional, bukan ikut berpolitik.

“Sistem yang ada saat ini seolah ditaik-tarik ke politik, baik akademisi, anggota dewan, yang masing-masing memplot nama,” kata dia dikutip dari Hops.id--jaringan Suara.com, Senin (6/9/2021).

Connie juga menyayangkan bagaimana ada seorang anggota dewan yang terlihat mengendorse nama Andika Perkasa sebagai Panglima TNI.

Anggota dewan tersebut yakni politisi PDIP Effendi Muara Sakti Simbolon.

Anggota Komisi I itu sebelumnya juga menyebut Panglima Komando Strategis Angkatan Darat Mayor Jenderal Dudung Abdurachman akan menjadi KSAD menggantikan Andika.

Lebih lanjut, kata Connie, pemilihan Panglima TNI adalah hak perograsif presiden, yang tidak perlu terus diombang-ambingkan.

“Panglima TNI diangkat berdasarkan kepentingan organisasi TNI, kalau sudah berdasarkan itu, tidak ada lagi yang boleh gerakan-gerakan senyap atau tidak senyap yang membuat sistem yang sudah hebat yang sudah canggih menjadi tidak hebat,” ujar dia.

Connie menilai bahwa semua kementerian dan lembaga negara sudah sangat dipolitisasi.

“TNI tidak boleh, karena pekerjaan rumahnya masih banyak sekali. Terutama dampak geopolitik kawasan,” kata dia.

Connie lantas menyinggung besarnya beban Panglima TNI baru, termasuk sang calon Andika Perkasa jika terpilih.

Yakni soal banyak kasus, mulai dari isu Papua kemarin, jatuhnya Afghanistan, sampai pada banyaknya jumlah Pamen.

Ia lalu menyinggung senjata yang perlu dibenahi, termasuk pengaturan standar kekuatan di tiga matra, baik darat, udara, dan laut agar tidak berbeda jauh.

“Termasuk soal masih bertumpuknya Pamen di lantai 8, makanya belakangan ada kebijakan pensiun dipercepat. Lalu benahi juga pembedaan antara TNI administrasi dan prajurit tempur.” ujar Connie.

Menurut Connie, calon Panglima TNI ideal adalah yang bisa membaca proyeksi sesuai arah Presiden Jokowi pada 2014 lalu yang menginginkan Indonesia sebagai poros maritim dunia.

“Doktrin harus diubah, karena sudah beda. Beda zaman sebelum Pak Hadi, Hadi, lalu yang sekarang, poros maritim dunia jangan ditinggalkan,” katanya.

Apalagi, kata dia, ke depan kasus Laut China Selatan bakal makin menajam, termasuk lahirnya proxy baru, seperti Pakistan, India, dan Afghanistan.

Load More