Di Indonesia termasuk juga di kabupaten Siak, masyarakat juga sempat “demam” dengan tanaman janda bolong.
Varietas ini sedikit lebih kecil dari deliciosa, tetapi lubang di daunnya masih cukup besar. Lubang-lubang tersebut cenderung memenuhi sekitar 50 persen daun.
“Saat -saat masyarakat demam dengan bunga-bunga hias itu kemarin penjualan kami lumayan banyak. Dari kotoran sapi saja kami dapat Rp 6 juta,” kata dia.
Rozali dan kelompoknya amat bersyukur dengan banyaknya peminat tanaman hias. Ia berharap tren itu tidak padam begitu saja, agar penjual kotoran sapi seperti dirinya untung.
"Saat heboh bunga-bunga keladi, bunga-bunga hias kemarin ini ada saja yang datang memborong kotoran sapi yang telah kami kumpulkan. Lumayan, kami dapat Rp 6 juta,” kata Rozali.
Hasil penjualan ini bukanlah menjadi hak Rojali 100 persen. Ia harus berbagi dengan kelompoknya. 40 persen hasil penjualannya untuk kelompoknya, 60 persennya baru masuk kocek pribadinya.
Rozali merasa adil dengan pola pembagian itu. Kenapa tidak, Rozali tidak hanya menjual kotoran dari sapi miliknya seorang, melainkan juga mengumpulkan kotoran sapi milik angota kelompoknya, yakni 17 orang.
Bagi Rozali, kotoran sapi memang ibarat emas hijau, karena bernilai untuk menopang kehidupannya sehari-hari bahkan dimungkinkan pula untuk masa depan.
Selama orang masih bertani, masih bertanam selama itu pula pupuk organik dibutuhkan, dan kotoran sapi dicari. Bayangkan, Rojali seorang diri mampu mengumpulkan kotoran sapi basah sedikitnya 500 kg per harinya.
“Untuk kotoran sapi kering bisa dikumpulkan mencapai 10 kg dari satu ekor sapi dalam tiga hari. Itu saya kumpulkan dari 25 ekor sapi yang ada dalam kelompok ternak kami,” kata dia.
Menurutnya, meski dihadang pandemi Covid-19, penghasilan dari menjual kotoran sapi tak mengalami dampak serius. Sebab, petani dan pegiat tanaman hias selalu butuh pupuk untuk tanaman mereka.
“Kemarin ini ada yang borong kotoran sapi basah Rp 700 ribu. Alhamdulillah, sangat bersyukurlah,” kata dia.
Rozali berpandangan, jika petani menggunakan pupuk organik untuk pertanian akan lebih baik dan menguntungkan dua kali lipat. Hasil panen lebih berat, lebih segar dan lebih enak serta lebih sehat, sementara biaya lebih enteng.
"Bagi kami juga ada manfaatnya, salah satunya mengubah limbah peternakan menjadi pundi-pundi rupiah,” kata Rozali.
Kontributor : Alfat Handri
Berita Terkait
-
Hasil PSU di 5 Daerah Kembali Digugat ke MK, KPU RI Tunggu BRPK
-
Bagaimana Jepang Ubah Kotoran Sapi Jadi Sumber Energi?
-
Pastikan Kesiapan PSU Lancar Sesuai Rencana, Wamendagri Turun Langsung ke Kabupaten Siak
-
Menapaki Rumah Singgah Tuan Kadi, Warisan Sejarah di Tepian Sungai Siak
-
Menyelami Warisan Melayu: Menelusuri Istana Siak yang Megah
Terpopuler
- Selamat Datang Penyerang Keturunan Rp 15,6 Miliar untuk Ronde 4 Kualifikasi Piala Dunia 2026
- 5 Rekomendasi Mobil Tangguh Mulai Rp16 Jutaan: Tampilan Gagah dan Mesin Badak
- 5 Rekomendasi Mobil Bekas Tipe SUV Juni 2025: Harga di Bawah 80 Juta, Segini Pajaknya
- 36 Kode Redeem FF Max Terbaru 5 Juni: Klaim Ribuan Diamond dan Skin Senjata Apik
- 6 Rekomendasi Sunscreen Mengandung Tranexamic Acid: Atasi Flek Hitam & Jaga Skin Barrier!
Pilihan
-
Indonesia Jadi Tuan Rumah Ronde 4 Kualifikasi Piala Dunia 2026, Apa Untungnya?
-
Daster Bukan Simbol Kemalasan: Membaca Ulang Makna Pakaian Perempuan
-
Daftar 5 Sepatu Olahraga Pilihan Dokter Tirta, Brand Lokal Kualitas Internasional
-
10 Mobil Bekas Punya Kabin Luas: Harga di Bawah Rp100 Juta, Muat Banyak Keluarga
-
Daftar 5 Pinjol Resmi OJK Bunga Rendah, Solusi Dana Cepat Tanpa Takut Ditipu!
Terkini
-
Daftar 5 Sepatu Olahraga Pilihan Dokter Tirta, Brand Lokal Kualitas Internasional
-
Pemprov Riau Tunda Bayar Rp1,7 Triliun, Begini Respons Gubri Wahid
-
Kronologi Ustaz Yahya Waloni Meninggal saat Khutbah Jumat, Sempat Lemas di Mimbar
-
BPK Ungkap Tunda Bayar Pemprov Riau Capai Rp1,7 Triliun
-
7 Link DANA Kaget Hari Ini Bernilai Rp770 Ribu, Semoga Beruntung!