Scroll untuk membaca artikel
Eko Faizin
Senin, 25 Januari 2021 | 16:12 WIB
Subhan Zein alias Siken saat menunjukkan beberapa makam korban Covid-19 di TPU Tengku Mahmud Palas, Rumbai, Pekanbaru. [Suara.com/Panji Ahmad Syuhada]

SuaraRiau.id - Matahari siang itu, Jumat (22/1/2021), tepat di atas kepala. Subhan Zein (46) dengan teliti menyusuri tiap sudut kuburan korban Covid-19 di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Tengku Mahmud, Palas, Rumbai, Pekanbaru.

Subhan kala itu memastikan keadaan makam baik-baik saja.

Sebab dia khawatir, hujan yang sering melanda beberapa hari itu membuat makam-makam tersebut rawan ambruk. Bagi penggali kubur jenazah korban Covid-19 ini, mengontrol keadaan kuburan dan menyediakan lubang-lubang baru adalah tanggung jawab yang utama.

Lelaki 46 tahun yang akrab disapa rekan sejawatnya dengan panggilan Siken ini merupakan koordinator lapangan di kompleks pemakaman yang dikhususkan bagi jenazah Covid-19 di Kota Pekanbaru.

Dia pun merasa punya tanggung jawab lebih untuk bersiaga 24 jam menunggu kabar pilu duka lara dan mengeksekusi proses pemakaman jenazah.

"Jam kerja kita tidak terbatas, kalau anggota waktu malam bisa saya kasi shif, tapi kalau saya kan harus selalu ada," kata Siken, di lokasi pemakaman kepada SuaraRiau.id.

Di komplek pemakaman khusus Covid-19 ini, Siken tak sendiri, ada lima orang rekan lainnya yang juga punya tugas sama. Mereka adalah Bambang Hermanto, Suyono, Afrianto, Mahfud dan Suryanto.

Dalam menjalankan tugasnya itu, mereka berbagi peran, ada yang menggali lubang baru, mencabut rumput, dan ada pula yang menimbun makam yang longsor akibat hujan.

Subhan Zein alias Siken di antara makam korban Covid-19 di TPU Tengku Mahmud Palas, Rumbai, Pekanbaru. [Suara.com/Panji Ahmad Syuhada]

"Kalau tugasnya sama, cuma beban kerjanya aja yang sedikit berbeda dengan koordinator," ujarnya.

Siang hari itu, empat lubang baru sudah selesai digali mereka sejak pagi. Rutinitas tersebut telah dijalaninya selama sembilan bulan ini untuk mengantisipasi apabila tiba-tiba pihak Dinas Kesehatan menginformasikan bahwa ada pasien Covid-19 yang baru meninggal, jika tidak digali lebih awal, mereka pun bakal kelabakan.

Dalam proses penguburan jenazah Covid-19, dia pun mesti turun langsung ke liang lahat dengan menggunakan alat pelindung diri (APD) berupa baju hazmat. Masker dan sarung tangan karet juga turut melekat di tubuhnya.

Baju yang dikenal kedap udara tersebut rupanya menjadi kendala sendiri baginya, sebab hawa panas berakibat menguras tenaganya lebih cepat selama proses pemakaman jenazah tersebut.

"Awalnya ya tak tahan, tapi lama-lama kita terbiasa," tuturnya.

Dalam situasi genting tersebut Siken dan para sejawatnya itu harus tetap berada di kawasan pemakaman setiap hari. Malam hari juga dilakoninya dengan alat penerang seadanya.

Menurutnya fase puncaknya Covid-19 pada bulan Agustus, September dan Oktober lalu, dalam sehari mereka bisa memakamkan hingga 7 jenazah di siang hari, kemudian lanjut malam juga demikian, sekitar 5 sampai 7 makam baru.

"Saat puncaknya di bulan-bulan itu, kadang siang ada 7, kalau malam juga bisa 5 sampai 7 jenazah baru," jelasnya.

Load More