Scroll untuk membaca artikel
Eko Faizin
Senin, 18 Januari 2021 | 14:30 WIB
Lucky saat menunjukan sertifikat yang menerangkan perjalanan awalnya dari Sabang, Aceh pada 13 Juni 2007. [Suara.com/Panji Ahmad Syuhada]

SuaraRiau.id - Syarifuddin Lukito pamit dengan kerabatnya, Rabu pagi, 13 Juni 2007 silam untuk pergi menjelajahi Indonesia.

Memulai perjalanan dari kilometer 0 di Sabang, Aceh, dia yang merupakan warga Duri, Kabupaten Bengkalis mulai tancap gas menjelajah Nusantara dengan motor tua seorang diri.

Style bak pemotor tangguh ala koboi, penampilannya pun berubah lusuh setelah bertahun-tahun hidup nomaden untuk mengkampanyekan Indonesia damai dan menggelorakan semangat nasionalisme.

Rambut yang awalnya pendek juga berubah panjang dan lusuh lantaran dirinya tidak terlalu menghiraukan penampilan, begitupun bajunya yang hanya dua pasang saja. Baginya bisa bertahan hidup dari satu daerah ke daerah lain dengan gelora semangat membara merupakan anugerah.

Hingga sekarang dua pasang baju dan celana tersebut tak pernah dicuci, karena dia merasa bahwa baju itu menyimpan banyak kenangan tentang perjalanan selama 6 tahun menjelajahi nusantara.

"Baju itu sampai sekarang tak pernah aku cuci, karena bagiku itu debu Indonesia, banyak kenangan," kata Lucky begitu dia disapa kepada SuaraRiau.id, Sabtu (16/1/2021).

Sekarang dua pasang baju yang digunakannya keliling Indonesia tersebut dipajang di rumahnya yang berada di Jalan Jawa, Duri. Di situ, Lucky bersama istri dan anak-anaknya tinggal menetap.

Dalam penjelajahannya selama 6 tahun itu, pria kelahiran Makassar 1980 tersebut rela mengorbankan pekerjaan dan studinya untuk kampanye damai bersama motor tua. Kendaraan jenis Honda Tiger 200 CC rakitan 2002 menemani langkahnya menyinggahi 514 kabupaten/kota, serta melihat kehidupan masyarakat suku pedalaman di Nusantara.

Di bawah terik panas matahari, baju dua pasang tersebut menjadi pelengkap perjalanan, di belakang motornya juga diikat bendera merah putih sebagai identitas bangsa.

Sepanjang jalan motor tuanya meraung-raung, jalan panjang yang dilaluinya tersebut hanya bermodalkan uang Rp 1,5 juta.

"Awalnya cuma bawa uang Rp 1,5 juta untuk perjalanan, tapi selama perjalanan ada saja yang bantu," ujarnya.

Selama penjalajahnya itu Lucky mendapatkan pengalaman yang sangat berharga, dia mengakui awalnya dapat motivasi dari seorang penjelajah negeri yang menggunakan sepeda kayuh.

"Dulu waktu saya masih di Makasaar, ada penjelajah juga yang mampir ke rumah, tapi dia naik sepeda. Saat itu terpikir oleh saya untuk mencoba hal yang sama," kata dia.

Selama itu pula, Lucky yang pada saat itu masih berstatus lajang dengan modal nekat menyusuri negeri dengan membawa peta manual kertas. Buku atlas yang terpajang peta nusantara menjadi penunjuk langkahnya menyusuri gugusan kepulauan di Indonesia.

Foto lucky saat berada di tanah Papua bersama dengan motornya. [Suara.com/Panji Ahmad Syuhada]

Dia ingat, selama perjalanan itu ada sekitar ratusan kali menyeberangi lautan. Begitu pula jalur udara pernah ditempuh dirinya, hanya saja untuk jalur udara menggunakan pesawat tersebut dia hanya menjalaninya tiga kali.

"Kalau naik pesawat tiga kali, motornya diletakkan dalam bagasi. Kalau nyeberang laut naik kapal tak terhitung, sampai ratusan kali lah," ceritanya.

Kemudian, ada kenangan tentang penyeberangan yang cukup suram bersama motor tuanya. Saat berada di Merauke untuk menyeberang ke daratan lainnya Lucky mesti membongkar motor yang berbodi bongsor tersebut.

Saat itu, kapal berukuran kecil tidak mampu menampung ukuran motor dia. Sehingga mengharuskan dirinya membongkar sendiri seluruh komponen sepeda motor itu dan memasukan ke dalam dus besar. Termasuk ban, tangki, stang serta komponen otomotif lainnya.

"Waktu itu mau nyeberang karena motor ini besar jadi dibongkar semuanya," katanya.

Kemudian, kenangan jalur udara pernah dilaluinya pada saat berada di Timika Papua, saat itu kerusuhan pecah. Makanya dia memutuskan untuk terbang ke Ambon menggunakan pesawat.

"Dulu ada istilah Timika itu Tiap Minggu Kacau, itu dulu, jadi saat itu aku diterbangkan naik pesawat. Sepanjang jalan tak pernah putar balik, selalu cari jalan agar bisa terhubung ke daerah lainnya," ungkapnya.

Perjalanan 6 tahun menyusuri negeri yang dijalani Lucky tak semudah sekarang, saat itu dia hanya berbekal peralatan seadanya, dia pun mengunjungi setiap kabupaten dan kota yang ada di Indonesia.

Bukti-bukti perjalanannya itu diabadikan dengan momen foto bersama dan surat keterangan dari pemerintah setempat. Dalam hal ini, misi yang dijalaninya diyakini sukses untuk membawa semangat Indonesia damai dan menggelorakan jiwa nasionalisme.

"Yang paling berkesan itu memang di daerah Indonesia timur," kata dia.

Di situ, banyak kenangan dirinya dengan motor tua yang menjadi pelengkap perjalanan. Masa-masa suram dilalui Lucky dengan penuh keikhlasan. Targetnya, dia mampu menyusuri semua wilayah Indonesia dengan penuh suka cita.

Berada di Papua, lulusan manajemen informasi AMIK Mitra Gama ini mengalami hal-hal yang tidak terduga. Mulai dari susah hingga senang terlewati sendirian, namun yang paling berkesan, kata dia, saat berada di Pulau Banda Naira Maluku Tengah, tempat dimana beberapa tokoh perjuangan Indonesia pernah diasingkan pada zaman kolonial Belanda.

Seminggu Terbenam Lumpur di Hutan Papua
Selama penjelajahan, hal yang paling berkesan baginya yaitu saat berada di kawasan Indonesia timur. Dari ceritanya, banyak pengalaman pahit getir yang dijalani. Mulai dari motor yang rusak hingga terjebak kubangan lumpur yang sangat dalam di bumi Cenderawasih.

"Kalau kita di Sumatera paling ngeri istilah bajing loncat (perampok), tapi di Papua itu berat, karena banyak tantangan mulai dari kelompok separatis-nya, ancaman malaria tropika hingga hal-hal yang mengancam nyawa," ungkapnya.

Saat terjebak dalam lumpur di jalan yang berada pada pedalaman hutan Papua, Lucky yang seorang diri hanya bisa pasrah. Sembari itu dia terus berupaya bertahan hidup dengan perbekalan yang semakin menipis.

Dalam situasi sulit itu, Lucky memanfaatkan sumber daya dan segala upaya yang ada untuk bertahan hidup. Hewan melata jenis ular mesti dimakan untuk bisa bertahan, saat itu dengan kemampuan seadanya dia menangkap sendiri dan membakarnya untuk mengisi kekosongan perut selama kurang lebih seminggu di jalur yang membelah hutan.

"Jadi ada ular ya kita makan, kalau tidur biar aman dari binatang buas, saya benamkan badan dalam lumpur terus kepala pakai kantong plastik, baru bisa tidur," tuturnya.

Meskipun tanah Papua dikenal banyak rintangan, namun bagi Lucky di sanalah kehidupan masyarakatnya yang paling berkesan dan terkenal baik hati. Lucky menceritakan, saat itu dirinya ingin mengunjungi kantor pemerintahan di daerah setempat, lalu dia bertanya kepada masyarakat.

Saat bertemu dengan warga itu, dirinya yang bertanya tak hanya ditunjukan arah, namun juga diantar sampai ke lokasi yang dimaksud.

"Jadi walau mereka terkenal seram-seram penampilannya, tapi sebenarnya baik hatinya, ramah-ramah. Kalau kita nanya langsung mereka antarkan sampai ke tempatnya," kata dia.


Disandera Kelompok Separatis
Tahun 2009 saat genap dua tahun perjalanannya menyusuri negeri, Lucky tiba di daerah Maluku Selatan. Dia mengaku sempat disandera oleh anggota kelompok separatis dari Republik Maluku Selatan (RMS). Selama ditahan oleh kelompok tersebut, lucky hanya bisa pasrah seraya berdoa.

Namun dari kenangannya itu, Lucky mengaku tidak pernah diperlakukan kasar maupun penyiksaan fisik sama sekali, hanya saja dirinya dipancing emosinya dengan bentakan-bentakan dari pria bertubuh besar.

Pria kalem ini tak juga melawan dan tak juga membantah, hingga keesokan harinya datang sejumlah anggota TNI dari Koramil setempat yang melakukan negosiasi untuk pembebasan dirinya.

"Sempat ditahan satu hari, hanya dibentak saja, dipancing emosi," kata bapak tiga anak ini. Lalu dirinya dilepaskan berkat negosiasi yang berhasil dari TNI tersebut.

Menurut Lucky, setiap kali jumpa TNI selama perjalanan di Indonesia timur khususnya wilayah-wilayah perbatasan, dirinya disambut sangat istimewa. Sebab kata dia, TNI yang dijumpainya rata-rata bangga dengan penjelajahan negeri untuk kampanye nasionalisme.

Kemudian, pada saat ditangkap kelompok tadi, Lucky menyebut sebabnya lantaran membawa bendera merah putih di motor tuanya tersebut, hingga dia harus berurusan dengan kelompok RMS hingga disandera satu hari.

Memori kelam itu melengkapi perjalanannya menjelajahi negeri. Sambil mengingat, dia merasakan bahwa itu merupakan salah satu kenangan kelam yang pernah dijalani selama penjelajahan tersebut.

Kenangan di Banda Naira
Masih berada di kawasan Indonesia Timur, Lucky mengalami kesan yang paling berharga selama di Pulau Banda Naira, Maluku Tengah.

Saat di sana, jamuan warga setempat bagi dirinya sangat istimewa. Dia ingat, saat sampai di kepulauan yang merupakan pengasingan Bung Hatta dan Bung Syahrir sebagai tahanan poliyik pada jaman Kolonial Belanda, Lucky disambut warga setempat bagai saudara kandung sendiri.

Dirinya pun sempat heran dan terharu, keistimewaan yang didapati sangat berkesan dalam hidupnya. Misalnya, dari segi makanan semuanya dipenuhi oleh warga. Bahkan saat dia ingin beranjak pergi meninggalkan kawasan itu dia diberikan bekal makanan yang kira-kira bisa untuk bertahan hidup selama seminggu.

"Waktu aku di sana saat mau pergi nyeberang besoknya, warga yang kusinggahi dan tetangganya begadang, mereka buat makanan untuk bekal. Kemudian saat aku mau berangkat, mereka melambai-lambai seperti melepaskan saudara kandung sendiri," kenangnya.

Pulau tersebut menurut Lucky merupakan lokasi yang sangat istimewa, mulai dari segi panorama alam, budaya hingga masyarakatnya sangat ramah.

Di kawasan itu terdapat tempat bersejarah dan juga museum. Pulau itu menyimpan segudang kenangan zaman penjajahan dahulu. Semasa di sana lucky bagai berada di mesin waktu, sebab dia merasakan sensasi seperti sedang hidup di zaman penjajahan.

"Di sana bangunannya masih bangunan lama, ada museum itu letaknya di luar aja, suasananya kayak zaman Belanda lah," tuturnya.

Menikah dan Bulan Madu di Perjalanan
Sebagai bikers sejati, pastinya Lucky juga memikirkan soal masa depan hubungan asmara. Wanita yang dikenalinya selama menjalani masa kuliah membuatnya terngiang-ngiang memikirkannya. Saat itu selepas lulus D3 di kampus yang berada di Duri, Lucky pun melanjutkan S1 di Kota Pekanbaru.

Namun tak sampai selesai S1, Lucky memutuskan untuk mangkat dengan motivasi yang kuat. Begitupun pujaan hati, mesti ditinggal sementara waktu menjelajahi negeri.

Belum genap 6 tahun, Lucky sempat memutuskan dua hari kembali ke Riau untuk menikahi sang pujaan hati, Riyan Yulmita. Bersamanya, kini lucky telah dikaruniai tiga orang anak.

Jalan asmaranya rupanya tak semulus jalur daratan sumatera, banyak lika-liku dilaluinya untuk meyakini sang mertua. Saat itu, lucky bercerita bahwa berupaya meyakini mertua agar yakin melepaskan anak perempuannya hidup bersama. Dia mengenal sang isteri sudah cukup lama, hingga pada akhirnya 2011 menjadi waktu yang dirasa pas untuk mengucapkan janji suci dihadapan para wali.

"Aku nikah 2 Agustus 2011 di Taluk Kuantan, khawatir juga kalau lama-lama. Jadi 2 hari saya balik ke Riau, setelah itu berangkat lagi. Motor kutinggal dan kembali naik pesawat," ujar Lucky.

Tak lama berselang, perjalanannya sampai ke daerah Bali. Dirinya memboyong istri untuk menikmati masa pengantin baru di sana. Momen-momen itu menjadi kesan tersendiri baginya meskipun kehidupan dan ekonominya belum sebaik sekarang.

"Bulan madu di perjalanan juga," ujarnya.

Kemudian selepas meninggalkan Bali, lucky menyarankan isterinya untuk kembali ke Bumi Lancang Kuning Riau. Kemudian, berselang waktu yang panjang, dirinya kembali mengajak isterinya ke Yogyakarta.

"Banyak juga kenangan indah bersama isteri selama penjelajahan itu," katanya.

Motor Pemberian Bule
Sebelum tinggal di Duri, Kabupaten Bengkalis, Lucky adalah warga Makassar. Lucky yang muda dulu punya angan-angan untuk merantau ke negeri yang dia sendiripun tak tahu harus ke mana.

Sampai setibanya saat usianya beranjak 20 tahun, dia memutuskan naik ke kapal Pelni dari perairan Makassar. Saat itu dirinya bingung ke mana harus berlabuh, hingga akhirnya kapal tersebut bersandar terakhir di pelabuhan Dumai, dia pun turun dan memulai takdir baru di negeri orang.

Tepatnya tahun 2000, saat itu dia memutuskan untuk pindah ke kawasan Duri yang merupakan daerah penghasil migas. Yang ada dibenaknya adalah ingin bekerja, hingga suatu saat dirinya menemukan peluang baru dan bekerja dengan bosnya yang merupakan orang bule dari Eropa.

"Jadi motor ini dulu dikasi bule, untuk saya kuliah juga. Setamat D3 saya lanjut S1 di Pekanbaru," kata dia.

Namun tak sampai selesai studi tersebut, Lucky yang punya keinginan kuat untuk menjelajah Nusantara memutuskan berkelana. Bermodalkan motor tua tersebut dirinya menghabiskan waktu 6 tahun untuk berjelajah tersebut.

Kini kenangan-kenangan indah yang dijalani Lucky selama 6 tahun itu terabadikan dalam beragam foto dan bukti tertulis. Di saat penjelajahan itu juga, Lucky mendapatkan buah tangan berupa benda-benda pusaka adat dari beragam suku pedalaman Nusantara.

Jumlahnya tak terhitung, jika di total mulai dari benda adat, piagam, plakat dan barang antik lainnya mencapai 1000 jenis lebih.

"Jadi kalau benda adat diberi suku pedalaman, aku gak mau yang pajangan, jadi kuminta yang bekas pakai, seperti contohnya koteka," tuturnya sambil tersenyum lepas.

Kemudian mengakhiri perjalanan jelajah nusantara-nya, Lucky memutuskan untuk kembali ke titik kilometer 0 Indonesia di Sabang, Aceh lagi pada 27 Juni 2013. Setelah itu, dirinya kembali ke Duri Kabupaten Bengkalis sebagai tempat tinggal menetap saat ini.

"Jadi aku juga ingin ini jadi motivasi bagi pemuda, kisah yang kujalani jadi pemicu untuk tetap semangat," kata Lucky.

Kontributor : Panji Ahmad Syuhada

Load More