SuaraRiau.id - Polemik pengesahan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja (Cilaka) Omnibus Law bila terus membesar, belum tentu mempengaruhi peta suara di daerah yang menggelar pilkada.
Pengamat komunikasi politik dari Universitas Muhammadiyah Riau (Umri), Aidil Haris mengatakan UU Cilaka sejatinya dapat menjadi bahan komunikasi politik dalam mengerek suara saat pilkada.
Namun, sejauh ini aktor politik cenderung menyingkirkan isu tersebut lantaran mempertimbangkan sejumlah hal.
"Di daerah kantong buruh seperti Kabupaten Bengkalis, Pelalawan, Siak dan Kota Dumai, isu tersebut bisa menimbulkan efek. Tapi kandidat maupun partai politik pengusung, sejauh ini berupaya menghindari isu tersebut," jelasnya kepada Suara.com melalui sambungan telepon, Selasa (6/10/2020).
Seperti diketahui, UU Cilaka hanya mendapat penolakan dari dua partai politik, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat.
Sisanya, partai besar seperti Golkar dan PDI Perjuangan mendukung regulasi tersebut.
Sambung Aidil, dengan peta politik parlemen seperti itu, maka PKS dan Partai Demokrat lebih berpeluang menjadikan UU Cilaka sebagai isu politik di tengah pilkada. Hanya saja hal tersebut tak menjamin kandidat yang diusung kedua partai, dapat melakukanya dengan muda.
"Ini disebabkan, peta politik yang cair saat pilkada. Dimana kandidat yang diusung PKS dan Demokrat juga diusung oleh partai pendukung UU Cilaka. Selain itu dalam ajang pilkada, pemilih cendrung melihat figur bukan partai. Faktor -faktor inilah yang membuat polemik UU Cilaka diragukan mempengaruhi peta politik pilkada" tukasnya.
Adapun pada tahun 2020 terdapat 9 gelaran pilkada serentak di Riau. Dari 9 wilayah tersebut sejumlah daerah identik dengan persoalan buruh, seperti Kabupaten Bengkalis dengan masalah buruh migas , kota Dumai dengan buruh pelabuhan. Sedangkan beberapa daerah sentra perkebunan seperti Kabupaten Rokan Hulu, Rokan Hilir, Kabupaten Siak, Pelalawan dan Indragiri Hulu, berkutat dengan kesejahteraan buruh sawit.
Setidaknya ada 8 sorotan terhadap UU Cilaka dari kalangan buruh, diantaranya: outsourcing semur hidup, pemotongan nilai pesangon, penghapusan upah minimum kabupaten.
Kontributor: Satria Kurnia
Tag
Berita Terkait
-
PSN: Karpet Merah Korporasi atau Kunci Kemajuan? Gugatan di MK Buka Tabir Dampak Proyek Strategis
-
Suara Kritis untuk Omnibus Law: Di Balik Janji Manis Ada Kemunduran Hijau
-
Tito Karnavian Dituding Sadap Anas Urbaningrum di Kongres Demokrat 2010 Demi Muluskan Karier
-
Ironi di Ruang Sidang MK: Warga Terdampak PSN Datang dari Jauh, Pemerintah Minta Tunda, DPR Absen
-
Mengadu ke PKS, 13 Asosiasi Haji Umrah Tolak Aturan Legalisasi Umrah Mandiri di RUU PIHU
Terpopuler
- Breaking News! Akhir Pahit Mees Hilgers di FC Twente
- 'Ogah Ikut Makan Uang Haram!' Viral Pasha Ungu Mundur dari DPR, Benarkah?
- Satu Kata Misteri dari Pengacara Pratama Arhan Usai Sidang Cerai dengan Azizah Salsha
- Eks Feyenoord Ini Pilih Timnas Indonesia, Padahal Bisa Selevel dengan Arjen Robben
- Uya Kuya Klarifikasi Video Joget 'Dikira Rp3 Juta per Hari itu Gede'
Pilihan
-
Harga Emas Antam Mulai Melonjak Lagi Jadi Rp 1.932.000 per Gram
-
Figur Kontroversial Era 98 Dianugerahi Bintang Jasa, Siapa Sebenarnya Zacky Anwar Makarim?
-
3 Rekomendasi HP Samsung Rp 1 Jutaan Terbaru Agustus 2025, Terbaru Galaxy A07
-
Shin Tae-yong Batal Dampingi Korea Selatan U-23, Rencana 'Reuni Panas' di Sidoarjo Buyar
-
Daya Beli Melemah, CORE Curiga Target Pajak RAPBN 2026 'Ngawang'!"
Terkini
-
Perkuat Inklusi Keuangan Digital di Indonesia, BRI Luncurkan Kartu Debit Co-Branding BRI X INDODAX
-
5 Kejutan DANA Kaget Terbaru, Tambahan Belanja Bernilai Ratusan Ribu
-
Diduga Salah Sunat Bocah, Seorang Bidan di Pelalawan Dipolisikan
-
PNM Dukung Usaha Ibunda Dhika Aura Farming untuk Perkuat Ekonomi Keluarga
-
BRI Dukung Haluan Bali Naik Kelas, UMKM Lokal Kini Go Internasional