SuaraRiau.id - Komnas HAM meminta KPU, Pemerintah, dan DPR agar menunda Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020.
Namun, permintaan penundaan itu sedianya tidak menggugurkan segala proses tahapan Pilkada yang sudah dilaksanakan.
Anggota Tim Pemantau Pilkada 2020 Komnas HAM RI Amiruddin menerangkan saat ini sebaran kasus Covid-19 di tanah air kian bertambah secara masif.
"Komnas HAM merekomendasikan kepada KPU, Pemerintah dan DPR untuk melakukan penundaan pelaksanaan tahapan pilkada lanjutan sampai situasi penyebaran Covid-19 berakhir, atau minimal mampu dikendalikan berdasarkan data epidemologi yang dipercaya," kata Amiruddin dalam keterangan tertulisnya, Jumat (11/9/2020).
Pilkada 2020 diikuti oleh 270 daerah yang terdiri dari pemilihan untuk tingkat provinsi sebanyak sembilan wilayah, 224 pemilihan tingkat kabupaten, dan 37 kota di Indonesia. Tahapan pilkada yang sudah dilakukan ialah pendaftaran bagi seluruh peserta.
Selanjutnya memasuki tahapan yang paling krusial yaitu penetapan calon yang diikuti deklarasi calon pilkada damai, masa kampanye, pemungutan dan penghitungan suara dan penetapan calon terpilih yang akan melibatkan massa yang banyak.
"Sedangkan pada sisi lain kondisi penyebaran Covid-19 belum dapat dikendalikan dan mengalami tren yang terus meningkat terutama dihampir semua wilayah penyelenggara Pilkada," ujarnya.
Pelaksanaan Pilkada di tengah pandemi dibuktikan dengan banyaknya penyelenggara dan peserta yang terinfeksi Covid-19. Semisal, 59 bakal pasangan calon (bapaslon) yang terkonfirmasi positif Covid-19.
Selain itu, 70 pengawas pemilu di Boyolali juga dinyatakan serupa. Belum lagi adanya temuan petugas RT/RW yang membantu PPS dalam pemutakhiran data pemilih (PPDP) pada saat melakukan rapid test hasilnya reaktif.
"Hal ini menunjukkan klaster baru Pilkada benar adanya," tuturnya.
Dengan begitu, Komnas HAM menilai kalau tahapan Pilkada tetap dilakukan maka dikhawatirkan penyebaran Covid-19 akan semakin tidak terkendali.
Dari segi HAM pun dipaksanya pelaksanaan tahapan Pilkada berpotensi melanggar beberapa hak masyarakat yakni hak untuk hidup, hak atas kesehatan, dan hak atas rasa aman.
"Penundaan ini juga seiring dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh UN tentang Policy Brief on Election Covid-19 bahwa pemilu yang dilakukan secara periodik, bebas dan adil tetap menjadi suatu hal yang penting," katanya.
Berita Terkait
-
Agar Masyarakat Lebih Peduli, Doli Golkar Kini Usul Pilpres-Pileg Juga Dipisah
-
MK Pisah Pemilu Nasional-Daerah, DPR Bicara Kemungkinan Kepala Daerah Dipilih DPRD
-
Penyiksaan Demi Pengakuan: Praktik Usang Aparat yang Tak Kunjung Padam
-
Komnas HAM Sampaikan Rekomendasi Krusial RUU KUHAP: Upaya Paksa Harus Dikontrol Ketat!
-
Anis Bantah Pernyataan Fadli Zon, Beberkan Fakta Kerusuhan '98: Dari Pemerkosaan hingga Penyiksaan
Terpopuler
- Jangan Salah Pilih! Ini 3 Mobil Keluarga Bekas Rp50 Jutaan yang Paling Minim Perawatan
- 45 Kode Redeem FF Max Terbaru 26 Juni: Klaim Golden Gloo Wall dan Diamond
- 5 Mobil Lawas Seharga Honda BeAT 2025: Cocok Untuk Pemula, Mesin Tak Gampang Rewel
- 5 Mobil Bekas Merek VW Termurah: Semiring Harga Avanza Bekas
- 8 Rekomendasi Mobil Bekas Murah Desain Mewah Rp 80-100 Juta: Ada BMW dan Honda
Pilihan
-
Timnas Indonesia Awas Kebingungan! Malaysia Punya 5 Pemain Bernama Danish di Piala AFF U-23 2025
-
Kemenkeu Ungkap Prabowo Tebas 145 Peraturan Sektor Pertanian, Dampaknya Bikin Ngeri!
-
Penjual E-commerce Kena Pajak, Kemenkeu Minta Para Pelapak Tenang
-
Bukan Kanan Atau Kiri, Ini Jalan Ekonomi yang Diambil Prabowo
-
Dugaan Malpraktik Dokter Senior RSCM, Terancam Karier Tamat Hingga Penjara 5 Tahun
Terkini
-
AgenBRILink dari BRI Sumbang Pendapatan Non-Bunga Rp643 Miliar
-
Casa Grata Buktikan Camilan UMKM Bisa Go Global Berkat Dukungan BRI
-
Libur Tahun Baru Islam, BRI Pastikan Layanan Weekend dan Digital Banking Tetap Beroperasi
-
Lewat KUR Rp69,8 Triliun, BRI Dorong Sektor Produktif dan Perluas Akses Pembiayaan UMKM
-
Masuk Fortune Southeast Asia 500, BRI Jadi Lembaga Keuangan Terbaik di Indonesia